Sabtu, 07 Maret 2015

ADAPTASI SEL




            Sel selalu terpejan terhadap kondisi yang terus menerus berubah-ubah serta terhadap rangsangan yang berpotensi merusak. Apabila perubahan dan rangsangan bersifat ringan atau singkat, maka sel akan mudah untuk beradptasi. Rangsangan yang lebih lama atau lebih kuat dapat menyebabkan cedera pada sel atau bahkan kematian sel.
1.      Atrofi.
Atrofi adalah berukrangnya ukuran suatu sel atau jaringan. Atrofi dapat menjadi suatu respons adaftif yang timbul sewaktu terjadi penurunan beban kerja sel atau jaringan. Dengan menurunnya beban kerja, maka kebutuhan akan oksigen dan gizi juga berkurang. Hal ini menyebabkan sebagian besar struktur intrasel, dan protei kontraktil menyusut.
Atrofi dapat terjadi akibat sel/jaringan tidak digunakan. Misalnya, otot individu yang mengalami imobilisasi atau pada keadaan tanpa berat (gravitasi nol). Atrofi juga dapat timbul sebagai akibat penurunan rangsangan hormon atau saraf terhadap sel atau jaringan. Hal ini tampakl pada payudara wanita pasca menopause atau atrofi pada otot rangka setelah pemotongan korda spinalis. Atrofi lemak dan otot terjadi sebagai respons terhadap defisiensi nutrisi dan dijumpai pada orang yang mengalami malnutrisi atau kelaparan. Atrofi dapat juga terjadi akibat insufiensi suplai darah ke sel, sehingga pemberian zat vital dan oksigen terhambat.
2.      Hipertrofi.
Hipertofi adalah bertambahnya ukuran suatu sel atau jaringan. Hipertrofi adalah suatu respons adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban kerja suatu sel. Kebutuhan sel akan zat gizi meningkat, menyebabkan pertumbuhan sebagian besar truktur intrasel, termsuk mitokondria, retikulum endoplasma, vesikel intrasel, dan protein kontraktil. Kondisi ini membuat sintesis protein menurun.
Hipertrofi terutama dijumpai pada sel-sel yang tidak dapat beradaptasi terhadap peningkatan beban kerja dengan cara meningkatkan jumlah mereka (hiperplasia) melalui mitosis. Contoh sel yang tidak dapat mengalami motosis, tetapi mengalami hipertrofi, adalah sel otot rangka dan jantung. Otot polos mengalami hipertrofi maupun hiperplasia. Terdapat tiga jenis utama hipertrofi : fisiologis, patologis, dan kompensasi.
a.      Hipertrofi Fisiologis.
Sebagai terjadi akibat dari peningkatan beban kerja suatu sel secara sehat (mis. Peningkatan massa/ukuran otot setelah berolahraga).
b.      Hipertrofi Patologis.
Terjadi sebagai respons terhadap suatu keadaan sakit. Misalnya, hipertrofi ventrikel kiri sebagai respons terhadap hipertensi kronik dan peningkatan beban kerja jantung.
c.       Hipertrofi Kompensasi.
Terjadi sewaktu sel tubuh untuk mengambil alih peran sel lain yang telah mati. Contoh, hilangnya satu ginjal menyebabkan sel-sel di ginjal yang mash ada mengalami hipertrofi sehingga terjadi peningkatan ukuran ginjal secara bermakna.
3.      Hiperplasia.
Hiperplasia adalah peningkatan jumlah sel yang terjadi pada suatu organ pada peningkatan mitosis. Hiperplasia dijumpai pada sel-sel yang dirangsang oleh peningkatan beban kerja, sinyal hormon, atau sinyal yang dihasilkan secara lokal sebagai respons terhadap penurunan kepadatan jaringan. Hiperplasia hanya terjadi pada sel-sel yang mengalami miosis. Misalnya, sel hati, ginjal, dan jaringan ikat. Hiperplasia dapat bersifat fisiologis, fatalogis, atau dapat terjadi sebagai kompensasi terhadap kehilangan atau cedera jaringan.
Hiperplasia fisiologis terjadi setiap bulan pada sel endometrium uterus selama stadium folikular pada siklus mensturasi.
Hiperplasia patalogis dapat terjadi akibat perangsangan hormon yang berlebihan. Hal ini dijumpai pada akromegali, suatu penyakit jaringan ikat yang ditandai oleh kelebihan hormon pertumbuhan.
Hiperplasia kompensasi terjadi ketika sel jaringan ber reproduksi untuk mengganti jumlah sel yang sebelumnya mengalami penurunan. Hiperplasia ini dijumpai di sel hati, setelah pengangkatan sebagian jaringan hati melalui pembedahan. Hiperplasia kompensi terjadi dengan kecepatan yang sangat mencolok.
4.      Metaplasia.
Metaplasia adalah perubahan sel dari suatu subtipe ke subtipe lainnya. Metaplasia biasanya terjadi sebagai respons terhadap cedera atau iritasi kontinyu yang menghasilkan peradangan kronik akan menggantikan jaringan semula. Walaupun sel metaplastik bukan merupakan sel kanker, namun iritan yang menyebabkan perubahan awal tersebut dapat bersifat karsinogenik dan metaplasia adalah sebuah tanda iritasi selular yang signifikan.
Contoh metaplasia yang paling umum adalah perubahan sel saluran pernafasan dari sel epitel kolumnar bersilia menjadi sel epitel skuamosa bertingkat sebagai respons merokok jangka panjang. Sel bersilia yang penting untuk mengeluarkan kotoran, mikroorganisme, dan toksin di saluran pernafasan, mudh mengalami cedera oleh asap roko. Sel epitel bertingkat lebih mampu bertahan terhadap kerusakan asap roko. Sayangnya sel-sel ini tidak memiliki peran pelindung seperti sel-sel bersilia. Karsinoma sel skuamosa adalah jenis kanker tersering di Amerika Serikat.
5.      Displasia.
Displasia adalah kerusakan pertumbuhan sel yang menyebabkan lahirnya sel yang ukuran, bentuk, dan penampakannya dibanding sel aslinya. Misalnya, apabila sel yang lainnya berbentuk bulat maka sel yang mengalami displasia akan berbentuk berbeda.  Displasia tampak terjadi pada sel yang terpejan iritasi dan peradangan kronik. Walaupun, peradangan ini tidak bersifat kanker, displasia adalah indikasi suatu situasi berbahaya yang terdapat kemungkinan timbulnya kanker. Tempat tersering terjadinya displasia adalah saluran pernapasan (terutama sel skuamosa yang muncul akibat metaplasia) dan serviks wanita dan biasanya terjadi akibat infeksi sel oleh virus papiloma manusia (human papilloma virus, HIV).
6.      Cedera Sel.
Cedera sel terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel tersebut dan besar dan jenis cedera.
Hipoksia (kekurangan oksigen), infeksi mikroorganisme, suhu yang berlebihan, trauma fisik, radiasi, dan terpejan oleh radikal bebas semuanya menyebabkan cedera sel. Apabila suatu sel mengalami cedera, maka sel tersebut mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis protein, susunan genetik, dan sifat transportasinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar