Rabu, 01 April 2015

TRADISI MASYARAKAT SUNDA




Dalam suatu suku pasti tidak akan terlepas dari yang namanya tradisi. Tradisi memang tidak bisa dilepaskan dari suatu masyarakat. Karena, tradisi merupakan suatu peninggalan budaya nenek moyang yang tentu syarat akan makna dan maksud tertentu serta tradisi sudah selayaknya kita pelajari dan amalkan sebagai kebanggaan kita akan warisan nenek moyang. Begitu juga dengan suku sunda.  Dalam suku sunda terdapat beberapa tradisi yang ada dilakukan masyarakat sunda sejak jaman dahulu dan masih ada yang mengamalkannya. Dikutip dari atlas lengkap Kab. Sumedang Berikut beberapa tradisi tersebut :
1.      Tradisi Ngalamar.
Tradisi ini biasa terjadi setelah sepasang insan yang sudah saling mengenal, saling memahami dan tukar janji dengan dukungan keluarga masing-masing. Tidak lain dan memutuskan untuk mewujudkan rumah tangga. Kemudian menyediakan simbul lamaran berupa sirih dan bakti yang disebut Sripitakon Sabda Panglamar.
2.      Tradisi Ngabujang.
Tradisi ngabujang dilakukan sehari sebelum pernikahan. Biasanya calon pengantin pria bersama keluarga pada sore hari mendatangi keluarga calon pengantin wanita. Di Sumedang tradisi ini sangat menonjol di bagian timur wilayah Sumedang. Tujuan dari tradisi ini ialah untuk memperkenalkan lebih dekat dengan keluarga calon pengantin wanita.
3.      Tradisi Seserahan.
Tradisi ini biasanya terjadi setelah sepasang insan yang sudah saling mengenal, saling memahami dan tukar janji dengan dukungan keluarga masing-masing. Tidak lain dan memutuskan untuk mewujudkan rumah tangga. Kemudian menyediakan simbul lamaran berupa sirih dan bakti yang disebut Sripitakon Sabda Panglamar.
4.      Tradisi Akad Nikah.
Setelah telah terima calon pengantin selesai dilanjutkan pada akad nikah yang biasa dipimpin oleh penghulu atau KUA. Tradisi tersebut biasanya dilengkapi dengan mas kawin yang disediakan oleh calon pengantin pria.
5.      Tradisi Nyawer.
Tradisi nyawer tidak hanya ditemukan pada tradisi pernikahan saja, tetapi dalam khitanan pun kadang tradisi ini dipakai. Nyawer merupakan jenis seni dengan iringan syair-syair yang membuat fatwa yang berkaitan dengan kehidupan dan kebaikan.
6.      Tradisi Ngikis.
Secara harfiah tradisi ngikis identik dengan pembersihan sesuatu terhadap jiwa atau kendala dalam kehidupan. Menurut filosofisnya, media ritual ini mendekatkan diri kepada Tuhan lewat doa dan pujian-pujian. Bagio masyarakat Sumedang kuno tradisi ngikis ini lebih identik dengan nilai ibadah seseotang ke Sang Maha Pencipta.
7.      Tradisi Rayagungan.
Rayagungan identik dengan upacara bernuansa keislaman. Di Sumedang tradisi rayagungan dibawa oleh para ulama dari Cirebon dimana syair islam tumbuh dan berkembang sekitar abad 15. Prosesi perayaan ini adalah sehari menjelang tibanya lebaran haji. Ada juga yang memadukan dengan tradisi lama, yaitu membersihkan benda pusaka dan hiburan seni tradisional seperti terbang dan rebana.
8.      Tradisi Ziarah.
Tradisi ziarah berkembang sejak ratusan abad silam, munculnya tradisi keagamaan yang memberikan pandangan ziarah ke kuburan guna mendapat karomah dan dari leluhur yang hakekatnya dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Namun, dibalik itu sebagai manusia yang mengerti akan agama, dalam tradisi ziarah lebih tepat dan sangat baik apabila kita berziarah untuk mendoakan kerabat atau saudara kita yang telah meninggal.
9.      Tradisi Ngembang Kuburan.
Ngembang kuburan biasanya akan ramai pada hari raya idul fitri, hal ini bermakna agar yang hidup saling mengingatkan akan jasa-jasa almarhum orang tua, saudara dan keluarga kita yang lain. Selain dilandasi niat ikhlas selalu ada doa-doa yang ditaburkan bersama kembang yang beraneka ragam.
10.  Tradisi Kaliwonan.
Dalam pandangan agama, hari jum’at adalah hari yang istimewa. Sedangkan dalam pandangan budaya hari jum’at merupakan hari dimana para malaikat dan para arwah leluhur akan menurunkan karomah dan syafa’atnya kepada anak dan cucunya, terutama bagi mereka yang menggunakan tradisi leluhurnya. Tradisi keliwonan kadang dilengkapi dengan sesaji, aneka makanan dan air putih dalam botol yang selanjutnya dibawa pulang ke rumah masing-masing dengan tujuan masing-masing.
11.  Tradisi Natus (khaul).
Tradisi ini diikat oleh aturan-aturan yang tidak berbeda dengan nilai tradisi lainnya. Unsur yang membedakannnya adalah waktu, tempat pelaksanaan. Tradisi ini mengharuskan pelaksanaan setelah sertus hari, ada juga tahun, angka seratus menjadi patoka atau pakeman tradisi tersebut. Inti dari tradisi natus adalah mendoakaan keluarga yang sudah meninggal dan berusia seratus hari agar diberi kelapangan di alam kesucian.
12.  Tradisi Muharaman.
Pada hakekatnya tradisi ini memuat peristiwa peringatan keagamaan sejak jaman Nabi Adam a.s hingga Rosululloh Muhammad s.a.w yang berisikan hakekat hidup dengan mencontoh kebaikan para leluhur. Sama dengan tradisi keagamaan lainnya, berdoa bersama dengan suguhan berbagai macam makanan dan hidangan.
13.  Tradisi Muludan.
Tradisi muludan tidak menunjukan unsur ritualnya akan tetapi menunjukan unsur syiar nya. Biasanya ada acara ceramah keagamaan dengan istilah tablig akbar atau dakwah yang artinya mengajak ke jalan kebaikan.
Begitu banyak tradisi-tradisi yang memang seharusnya kita pelajari, amalkan serta lestarikan sebagai ciri dari suatu kebudayaan jangan sampai kebudayaan warisan leluhur kita tergantikan oleh budaya dan tradisi asing yang hanya merusak dan jangan sampai anak cucu kita tidak mengetahui tradisi yang dilakukan nenek moyangnya. Untuk itu mari kita lestarikan tradisi-tradisi nenek moyang terdahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar