Sabtu, 20 Juni 2015

UNSUR-UNSUR INTRINSIK NOVEL




            Pihak yang diharapkan datang ke negeri kita ini bukan hanya para turis ataupun wisatawan luar negeri, tetapi juga karya-karyanya, salah satunya novel. Apabila wisatawan asing dapat memberikan devisa bagi negara maka novel asing pun dapat menambah kekayaan ilmu bangsa kita. Itulah salah satu manfaat yang dapat kita peroleh dari novel asing. Oleh karena itu, kita perlu mempelajarinya dan kita sandingkan dengan novel indonesia itu sendiri.
            Baik itu berupa novel indonesia ataupun  novel terjemahaan, kandungan unsur-unsur yang dimilikinya sama saja, yakni unsur intrinsik dan ekstinsik. Adapun unsur intrinsik meliputi alur (plot), tema, penokohan, sudut pandang (point of view), dan amanat. Sementara itu unsur ekstrinsiknya meliputi aspek kepengarangan dan kondisi sosial budaya yang melatarbelakangi penciptaan novel itu.
A.    Unsur-unsur intrinsik novel.
1.      Alur (plot).
Alur merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat. Intisari alur ada pada konflik cerita. Akan tetapi suatu konflik dalam novel tak bisa dipaparkan begitu saja akan tetapi harus ada dasarnya. Oleh karena itu alur terdiri atas :
a.       Pengenalan.
b.      Timbulnya konflik.
c.       Konflik memuncak.
d.      Klimaks.
e.       Pemecahan masalah.
Di fase pengenalan, pengarang mulai melukiskan situasi dan memperkenalkan tokoh-tokoh cerita sebagai pendahuluan. Di bagian kedua,pengarang mulai menampilkan pertikaian yang terjadi di antara tokoh. Pertikaian ini semakin meruncing, dan puncaknya terjadi di bagian keempat  (klimaks). Setelah fase tersebut terlampaui, sampailah dibagian kelima (pemecahan masalah). Alur pun menurun menuju pemecahan masalah dan penyelesaian cerita.
Itulah unsur-unsur alur yang berpusat pada konflik. Dengan adanya alur seperti diatas, pembaca dibawa dalam suatu keadaan yang menegangkan (suspense). Suspense inilah yang menarik pembaca untuk terus mengikuti cerita.
Dari susunan alur diatas jelaslah bahwa kekuatan sebuah novel terletak pada kemampuan pengarang membawa pembacanya menemui konflik, memuncaknya konflik, dan berakhirnya konflik.
Timbulnya konflik sering berhubungan erat dengan unsur watak dan latar. Konflik dalam cerita mungkin terjadi karena watak seorang tokoh yang menimbulkan persoalan bagi tokoh lain atau lingkungannya.
2.      Tema.
Tema adalah inti atau ide pokok sebuah cerita. Tema merupakan pangkal tolak pengarangan dalam menyampaikan cerita. Tema suatu novel menyangkut segala persoalan dalam kehidupan manusia, baik masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, dan sebagainya.
3.      Penokohan.
Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Untuk menggambarkan karakter seorang tokoh, pengarang dapat menyebutkannya secara langsung. Misalnya, si A itu orangnya penyabar, si B itu murah hati. Penjelasan karakter tokoh dapat pula melalui gambaran fisik dan prilakunya, lingkungan kehidupannya, cara bicaranya, jalan pikirannya, ataupun melalui penggambaran oleh tokoh lain.
4.      Sudut pandang (point of view).
Sudut pandanga dalah posisi pengarang atau narator dalam membawakan cerita. Posisi pengarang dalam menyampaikan cerita ada beberapa macam. Yaitu :
a.       Narator serbatahu.
Dalam posisi ini, naratir bertindak sebagai pencipta segalanya yang serba tahu. Ia tahu segalanya. Ia dapat menciptakan segala hal yang diinginkannya. Ia dapat mengeluarkan dan memasukan para tokoh. Ia dapat mengemukakan perasaan, kesadaran, ataupun jalan pikiran para tokoh cerita. Pengarang dapat mengomentari kelakuan para tokohnya, bahkan dapat berbicara langsung dengan pembacanya.
b.      Narator objektif.
Dalam teknik ini pengarang tidak memberikan komentar apapun. Pembaca hanya disuguhi hasil pandangan mata. Pengarang menceritakan apa yang terjadi seperti penonton melihat pementasan drama. Pengarang sama sekali tidak mau masuk ke dalam pikiran para pelaku. Dalam kenyataannya, orang memang hanya dapat melihat apa yang diperbuat orang lain. Dengan melihat perbuatan orang lain tersebut, maka dapat menilai kehidupan kejiwaannya, kepribadiannya, jalan pikirannya, dan perasaannya. Motif tindakan prilakunya hanya bisa kita nilai dari perbuatan mereka. Dalam hal ini, jelaslah bahwa pembaca sangat diharapkan partisipasinya. Pembaca bebas menafsirkan apa yang diceritakan pengarang.
c.       Narator aktif.
Narator juga aktor yang terlibat dalam cerita. Kadang-kadang fungsinya sebagai tokoh sentral. Cara ini tampak dalam penggunaan kata ganti orang pertama (aku, kami). Dengan kedudukan demikian, narator hanya dapat melihat dan mendengar apa yang orang biasa lihat atau dengar. Narator kemudian mencatat tentang apa yang dikatakan atau yang dilakukan tokoh lain dalam suatu jarak penglihatan dan pendengaran. Narator tidak dapat membaca pikiran tokoh lain kecuali hanya menafsirkan dari tingkah laku fisiknya. Narator juga tidak dapat melompati jarak yang besar. Hal-hal yang bersifat psikologisdapat dikisahkan jika menyangkut dirinya sendiri.
d.      Narator sebagai peninjau.
Dalam teknik ini, pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian cerita kita ikuti bersama tokoh ini. Tokoh ini bisa bercerita tentang pendapatnya dan perasaannya sendiri. Sementara itu, terhadap tokoh-tokoh lain, ia hanya bisa memberitahukan kita sesuai apa yang dia lihat saja. Jadi, teknik ini merupakan penuturan pengalaman seseorang. Dalam beberapa hal, tenik ini sebenarnya hampir sama dengan teknik orang pertama, tetapi tenik ini lebih bebas dan flaksibel dalam bercerita.
5.      Latar.
Latar (setting) merupakan tempat, waktu dan suasana terjadinya perbuatan tokoh atau peristiwa yang dialami tokoh. Dalam cerpen, novel, ataupun bentuk prosa lainnya, kadang-kadang juga tidak disebutkan secara jelas latar perbuatan tokoh itu. Misalnya ditepi hutan, di sebuah desa, pada suatu waktu, pada zaman dahulu, di kala senja.
6.      Amanat.
Amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Tidak jauh berbeda dengan bentuk cerita lainnya, amanat dalam novel akan disimpan rapi dan disembunyikan pengarangnya dalam keseluruhan isi cerita. Oleh karena itu, untuk menemukannya, tidak cukup hanya membaca dua atau tiga paragraf, tetapi harus menghabiskannya sampai tuntas.

Source. Cerdas Berbahasa Indonesia Karya. Engkos Kosasih, Penerbit Erlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar