Jumat, 17 Februari 2017

Hanya Sebuah Koin Penyok




Seorang laiki-laki berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Saat menyusuri jalanan sepi, kakinya terantuk sesuatu. Ia membungkuk dan menggerutu kecewa. “uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok.” Meskipun begitu ia tetap membawa koin itu ke bank.
“sebaiknya koin ini di bawa ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran. Lelaki itu membawa koinnya ke kolektor. Beruntung sekalikoinnya dihargai 30 dollar.
Lelaki itu begitu senang. Saat lewat toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu obral. Dia pun membeli kayu seharga 30 dollar untuk membuat rak buat istrinya. Dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati bengkel pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu bermutu yang dipanggul lelaki itu. Dia menawarkan lemari 100 dollar untuk menukar kayu itu. Setelah setuju, dia meminjam gerobak untuk membawa pulang lemari itu. Ditengah perjalanan dia melewati perumahan baaru. Seorang wanita melihat lemari yang idah itu dan menawarnya 200 dollar. Lelaki itu ragu-ragu. Si wanita menaikan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju dan mengembalikan gerobaknya.
Saat sampai di pintu desa, ia ingin memastikan uangnya. Dia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Tiba-tiba seorang perampok keluar dari semak-semak, merampas uang itu lalu kabur.
Istrinya kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata “ apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”
Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.
Bila kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan? Sebaliknya, sepatutnya kita bersyukur atas segala karunia hidup yang telah Tuhan berikan kepada kita. Karena, kita datang dan pergi tidak membawa apa-apa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar