Senin, 20 Februari 2017

KIASAH UANG TUNJANGAN UMAR R.A DARI BAITUL MAL




Umar r.a juga biasa berdagang. Ketika ia menjadi khalifah, keperluannya dipenuhi dari baitul mal. Ia mengumpulkan rakyatnya di Madinnah Munawwarah, lalu berkata, “aku biasa berdagang, dan kalian telah memberikankukesibukan sehingga aku tidak dapat berdagang lagi. Sekarang, bagaimanakah dengan mata pencaharianku?” orang-orang berselisih  pendapat tentang berapa jumlah tunjangan Umar r.a., sedangkan Ali r.a hanya berdiam diri. Umar r.a. bertanya kepadanya “bagaimanakah pendapatmu, wahai Ali?” jawab Ali r.a., “ambilah uang sekedar dapat mencukupi keperluan keluargamu.” Umar r.a sangat menyetujui usul Ali r.a., maka ditentukanlah uang tunjangan untuk Umar r.a.
Beberapa lama kemudian, beberapa orang sahabat termasuk Ali, Utsman, Zubair, dan Thalhah r.hum mengusulkan agar uang tunjangan umar r.a ditambah karena terlalu sedikit. Tetapi tidak ada yang berani secara langsung mengungkapkannya kepada Umar r.a., akhirnya, mereka menemui Hafshah r.ha., putri Umar r.a., juga umul mukminin istri Rasulullah SAW. Mereka meminta agar ia mengajukan usul tersebut kepada Umar r.a. tanpa menyebutkan nama-nama mereka. Ketika Hafshah r.ha. mengajukan usul tersebut, wajah umar r.a langsung memerah karena marah. Umar r.a bertanya, “siapakah yang mengusulkan ini?” sahut Hafshah r.ha., “jawablah dulu bagaimana pendapatmu” umar r.a berkata, “andaikan aku tahu siapa mereka, niscaya aku akan ubah muka mereka (akan memberikan hukuman yang membekas diwajah). Hafshah, ceritakanlah kepadaku tentang pakaian nabi saw. Yang terbaik, yang pernah beliau miliki di rumahnya.” Jawab Hafshah r.ha., “beliau memiliki dua pakaian berwarna kemerahan yang biasa beliau kenakan pada hari Jum’at atau ketika menemui tamu” kata Umar r.a., “sebutkanlah makanan terlezat, yang pernah dimakan nabi saw. Dirumahmu.” Jawab Hafshah r.ha., “roti yang terbuat dari tepung kasar lalu dicelupkan kedalam kaleng berisi minyak. Kami memakannya ketika masih panas, kemudian dilipat menjadi beberapa lipatan. Pernah suatu hari saya menyapu sepotong roti dengan bekas-bekas minyak samin yang terdapat dalam kaleng minyak yang hampir kosong. Beliau saw. Memakannya dengan penuh kenikmatan, dan beliau juga ingin membagi-bagikannya kepada orang lain.” Umar r.a. berkata, “sebutkan, apa alas tidur terbaik yang pernah digunakan Rasulullah SAW. Dirumahmu?” hafshah r.ha menjawab, “sehelai kain tebal. Pada musim panas, kain itu dilipat empat dan pada musim dingin kain itu dilipat dua, separuh digunakan untuk alas tidurnya, dan separuh lagi untuk selimutnya.” Umar r.a. berkata, “nah Hafshah, sekarang pergilah dan katakan kepada mereka bahwa Nabi SAW. Telah menunjukan contoh kehidupan yang terbaik dan mencukupkan diri dengan mengharapkan akhirat, dan aku harus mengikutinya. Perumpamaanku dengan dua orang sahabatku; yaitu  Rasulullah SAW. Dan Abu Bakar r.a. adalah seperti tiga orang musafir yang sedang melalui sebuah jalan yang sama. Musafir yang pertama telah melalui jalan tadi dan telah sampai ke tempat tujuan. Demikian juga dengan musafir yang kedua, ia telah mengikuti jalan orang yang pertama, sehingga iapun telah sampai ke tempat tujuan, dan yang ke tiga, sekarang ia baru memulai perjalanannya. Jika ia menempuh jalan yang ditempuh oleh orang-orang sebelumnya, maka ia akan menjumpai keduanya di tujuan yang sama. Jika ia tidak menempuh jalan orang-orang yang mendahuluinya, tentu ia tidak akan sampai ke tempat mereka.
Inilah contoh kehidupan seseorang yang sangat ditakuti oleh para raja ketika itu, namun ia menjalani kehidupannya dengan zuhud. Pada suatu hari, ia berkhutbah di depan para sahabatnya dengan menggunakan kain sarung dengan dua belas tambalan, salah satunya ditambal dengan kulit. Suatu ketika, ia terlambat datang ke mesjid untuk menunaikan sholat Jum’at. Ia berkata kepada jamaah, “maafkan, aku terlambat karena harus mencuci pakaianku terlebih dahulu, aku tidak memiliki baju lain untuk dipakai” (Asyhar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar