BENTUK-BENTUK INTERAKSI SOSIAL
Minggu, 30 Agustus 2015
Tulis Komentar
1.
Proses
Asosiatif (Association Processes).
Interaksi sosial dengan
proses asosiatif bersifat positif. Maksudnya, mendukung seseorang atau kelompok
untuk mencapai tujuan tertentu.
a.
Kerja
sama (Cooperation).
Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang
perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama dilakukan
sejak manusia berinteraksi dengan sesamanya. Kebiasan dan sikap mau bekerja
sama dimulai sejak kanak-kanak, mulai dalam kehidupan keluarga, lalu meningkat
kedalam kelompok sosial yang lebih luas. Kerja sama berawal dari kesamaan
orientasi. Misalnya, warga rela bekerja bakti membersihkan lingkungan karena
sama-sama menyadari manfaat lingkungan yang bersih. Kerja sama akan bertambah
berat apabila ada bahaya yang mengancam dari luar. Misalnya, warga semakin giat
bekerja bakti membersihkan lingkungannnya untuk mencegah wabah demam berdarah.
Kerja sama juga akan bertambah erat apabila ada
tindakan-tindakan yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau
institusional telah tertanam. Kerja sama seperti ini bisa konstruktif
(membangun), bisa juga desktruktif (merusak). Contoh konstruktif adalah kerja
sama siswa dan guru untuk memulihkan nama baik sekolah yang telah dinodai
tindakan kriminal sejumlah siswanya. Contoh destruktif adalah tauran antar
kampung, antar pelajar, dan lain sebagainya.
Kerja sama dapat bersifat agresif apabila suatu
kelompok mengalami kekecewaan dalam jangka waktu yang lama, akibat
rintangan-rintangan dari luar kelompok itu. Keadaan tersebut dapat menjadi
lebih tajam lagi apabila kelompok tersebut merasa tersinggung atau dirugikan
oleh sistem kepercayaan atau dalam salah satu bidang sensitif kebudayaan yang
dimilikinya. Kerja sama ini cenderung bersifat destruktif.
Kerja sama dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk
sebagai berikut.
a.) Kerja
sama spontan, yaitu kerja sama yang terjadi secara serta-merta.
b.) Kerja
sama langsung, yaitu kerja sama sebagai hasil dari perintah atasan kepada
bawahan atau penguasa kepada rakyatnya.
c.) Kerja
sama kontrak, yaitu kerja sama atas dasar syarat-syarat atau ketetapan
tertentu, yang disepakati bersama.
d.) Kerjasama
tradisional, yaitu kerja sama sebagian atau unsur-unsur tertentu dari sistem
sosial.
Sejumlah
ahli berpendapat bahwa masyarakat yang terlalu mementingkan kerjasama justru
cenderung tidak mempunyai inisiatif ataupun daya kreasi. Warga dalam masyarakat
seperti itu terlalu mengandalkan bantuan dari rekan-rekannya. Orang cenderung
mempersilahkan orang lain tampil lebih dahulu, atau menunggu sejumlah orang
untuk memulai. Meskipun demikian, harus diakui bahwa kerja sama merupakan salah
satu bentuk interaksi sosial yang universal pada masyarakat manapun.
b.
Akomodasi
(accomodation).
Akomodasi adalah suatu proses penyesuaian diri
individu atau kelompok manusia yang semula saling bertentangan sebagai upaya
untuk mengatasi ketegangan. Akomodasi berarti adanya keseimbangan interaksi
sosial dalam kaitannya dengan norma dan nilai yang ada di masyarakat.
Seringkali akomodasi terjadi dalam situasi konfli sosial (pertentangan).
Akomodasi merupakan salah satu cara menyelesaikan pertentangan, entah dengan
cara menghargai kepribadian yang berkonflik atau dengan cara paksaan atau
tekanan.
Bentuk-bentuk akomodasi antara lain
sebagai berikut :
1.
Koersi.
Koersi
adalah suatu bentuk akomodasi yang terjadi melalui pemaksaan kehendak suatu
pihak terhadap pihak lain yang lebih lemah. Terjadi dominasi suatu kelompok
atas kelompok lain. Contohnya, sistem pemerintahan totalitarian.
2.
Kompromi.
Kompromi
adalah suatu bentuk akomodasi ketika pihak-pihak yang terlibat perselisihan
saling mengurangi tuntutan agar tercapai suatu penyelesaian. Sikap dasar
kompromi adalah semua pihak bersedia merasakan dan memahami keadaan pihak lain.
Contohnya perjanjian gencatan senjata antara dua negara.
3.
Arbitrasi.
Aribtrasi
terjadi apabila pihak-pihak yang berselisih tidak sanggup mencapai kompromi
sendiri. Untuk itu, di undang pihak ketiga yang netral untuk mengusahakan
penyelesaian. Pihak ketiga dapat di tunjuk atau dilaksanakan oleh badan
berwenang. Contohnya, penyelesaian pertentangan antara Karyawan dan pengusaha
dengan serikat buruh, serta Departemen Tenaga Kerja sebagai pihak ketiga.
4.
Mediasi.
Hampir
sama dengan arbitrasi, tapi pihak ketiga hanya penengah atau juru damai.
Keputusan untuk berdamai tergantung kepada pihak yang bertikai. Contohnya,
mediasi pihak RI untuk mendamaikan faksi-faksi yang berselisih di Kamboja.
5.
Konsiliasi.
Upaya
mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi
tercapainya suatu persetujuan bersama. Konsoliasi bersifat lebih lunak dan
membuka kesempatan untuk mengadakan asimilasi. Contohnya, panitia tetap
penyelesaian masalah ketenagakerjaan mengundang perusahaaan dan wakil karyawan
untuk menyelesaikan pemogokan.
6.
Toleransi.
Toleransi
adalah bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang resmi. Bisa terjadi secara tidak
sadar dan tanpa direncanakan, karena adanya untuk menghindarkan diri dari
perselisihan yang saling merugikan.
7.
Stalemate.
Stalemate
terjadi ketika kelompok yang terlibat pertentangan mempunyai kekuatan seimbang.
Lalu, keduanya sadar bahwa tidak mungkin lagi maju atau mundur, sehingga
pertentangan akan berhenti dengan sendirinya. Contohnya, persaingan antara Blok
Barat dan Blok Timur Eropa berhenti dengan sendirinya tanpa ada pihak yang
kalah atau menang.
8.
Ajudikasi.
Ajudikasi
adalah penyelesaian masalah atau sengketa melalui pengadilan atau jalur hukum.
Contohnya, persengketaan tanah warisan keluarga yang diselesaikan di
pengadilan.
c. Asimilasi.
Asimilasi terjadi setelah melalui tahap kerja sama
dan akomodasi. Asimilasi pada dasarnya perubahan yang dilakukan secara
sukarela, yang umum dimulai dari penggunaan bahasa. Suatu asimilasi ditandai
oleh usaha-usaha mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok. Untuk
mengurangi perbedaan itu, asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat kesatuan
tindakan, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan
bersama.
Hasil dari proses asimilasi adalah semakin
tipisnya batas perbedaan antar individu dalam suatu kelompok atau batas antar
kelompok. Selanjutnya, individu menyesuaikan kemauannya dengan kemauan
kelompok. Demikian pula antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.
Asimilasi dapat terbentuk dengan tiga
syarat sebagai berikut :
1. Terdapat
sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan berbeda.
2. Terjadi
pergaulan antar individu atau kelompok secara intensif dan dalam waktu yang
relatif lama.
3. Kebudayaan
masing-masing kelompok tersebut saling berubah dan menyesuaikan diri.
Adapun
faktor-faktor pendorong asimilasi adalah sebagai berikut :
1. Toleransi
di antara sesama kelompok yang berbeda kebudayaan.
2. Kesempatan
yang sama dalam bidang ekonomi.
3. Kesediaan
menghormati dan menghargai orang asing dan kebudayaan yang dibawanya.
4. Sikap
terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat.
5. Persamaan
dalam unsur-unsur universal.
6. Perkawinan
antara kelompok berbeda kebudayaan.
7. Mempunyai
musuh yang sama dan meyakini kekuatan-kekuatan masing-masing untuk menghadapi
musuh tersebut.
Sedangkan faktor umum
penghalang asimilasi antara lain sebagai berikut :
1.) Kelompok
yang terisolasi atau terasing (biasanya kelompok minoritas).
2.) Kurangnya
pengetahuan mengenai kebudayaan baru yang dihadapi.
3.) Prasangka
negatif terhadap pengaruh kebudayaan baru. Kekhawatiran ini dapat diatasi dengan
meningkatkan fungsi lembaga-lembaga kemasyarakatan.
4.) Perasaan
bahwa kebudayaan kelompok tertentu lebih tinggi daripada kelompok lain.
Kebanggaan berlebihan ini mengakibatkan kelompok yang satu tidak mengakui
keberadaan kebudayaan kelompok lainnya.
5.) Perbedaan
ciri-ciri fisik, seperti tinggi badan, warna kulit atau rambut.
6.) Perasaan
yang kuat bahwa individu terikat pada kebudayaan kelompok yang bersangkutan.
7.) Golongan
minoritas mengalami gangguan oleh kelompok penguasa.
d.
Akulturasi.
Akulturasi adalah proses penerimaan dan pengolahan
unsur-unsur kebudayaan asing menjadi bagian dari kebudayaan suatu kelompok,
tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan yang asli. Akulturasi merupakan
hasil perpaduan dua kebudayaan dalam waktu lama. Dalam akulturasi, unsur-unsur
kebudayaan asing sama-sama diterima oleh kelompok yang berinteraksi untuk
selanjutnya di olah tetapi dengan tidak menghilangkan kepribadian asli
kebudayaan yang menerima. Contohnya, kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia
bertemu dengan kebudayaan Islam mengahsilkan kebudayaan Islam bercorak
Hindu-Budha.
2.
Proses
Disosiatif (opposition Processes).
Proses disosiatif
disebut pula proses oposisi. Oposisi dapat diartikan cara yang bertentangan
dengan seseorang ataupun kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Proses
disosiatif dapat dibedakan menjadi tiga bentuk sebagai berikut:
a.
Persaingan
(competition).
Persaingan merupakan suatu proses sosial ketika ada
dua pihak atau lebih saling berlomba dan berbuat sesuatu untuk mencapai
kemenangan tertentu. Persaingan terjadi apabila beberapa pihak menginginkan
sesuatu yang jumlahnya terbatas atau menjadi pusat perhatian umum. Misalnya,
ribuan remaja bersaing untuk masuk ke dalam 12 besar penyanyi idola.
Persaingan dilakukan dengan norma dan nilai yang
diakui bersama dan berlaku pada masyarakat tersebut. Kecil kemungkinann,
persaingan menggunakan kekerasan atau ancaman. Dengan kata lain, persaingan
dilakukan dengan cara sehat atau sportif. Misalnya, dalam sepak bola dikenal
istilah fairplay.
Persaingan yang disertai dengan kekerasan, ancaman,
atau keinginan untuk merugikan pihak lain dinamakan persaingan tidak sehat.
Tindakan seperti itu bukan lagi persaingan tetapi sudah menjurus kepada
permusuhan atau persengketaan.
Apa pun hasil dari suatu persaingan akan diterima
dengan kepala dingin tanpa ada rasa dendam sedikit pun. Sejak awal, masing-masing
pihak yang bersaing menyadari akan ada yang menang dan kalah.
Contoh :
1. Dalam
bidang ekonomi : persaingan antara produsen barang sejenis dalam merebut pasar
yang terbatas.
2. Dalam
hal kedudukan : persaingan untuk menduduki jabatan yang strategis.
3. Dalam
kebudayaan : persaingan dalam penyebaran ideologi, pendidikan, dan unsur-unsur
kebudayaan lainnya.
Persaingan memiliki
beberapa fungsi sebagai berikut :
1.) Menyalurkan
keinginan individu atau kelompok yang sama-sama menuntut dipenuhi, padahal
sulit dipenuhi semuanya secara serentak.
2.) Menyalurkan
kepentingan serta nilai-nilai dalam masyarakat, terutama kepentingan dan nilai
yang menimbulkan konflik.
3.) Menyeleksi
individu yang pantas memperoleh kedudukan serta peran yang sesuai dengan
kemampuannya.
b.
Kontravensi.
Kontravensi merupakan proses yang ditandai oleh
adanya ketidakpastian, keraguan, penolakan, dan penyangkalan yang tidak
diungkapkan secara terbuka. Kontravensi adalah sikap menentang secara
tersembunyi, agar tidak sampai terjadi perselisihan atau konflik secara
terbuka. Penyebab kontravensi antaralain adalah perbedaan pendirian antara
kalangan lainnya dalam masyarakat, atau bisa juga dengan pendirian keseluruhan
masyarakat.
Menurut Leopold von
Wiese dan Howard Becker, terdapat lima bentuk kontravensi sebagai berikut :
1. Kontravensi
umum
Misalnya,
penolakan, keengganan, perlawanan, protes, gangguan, mengancam pihak lain.
2. Kontravensi
sederhana.
Misalnya,
menyangkal pernyataan orang di depan umum.
3. Kontravensi
intensif.
Misalnya,
penghasutan, penyebaran desas-desus.
4. Kontravensi
rahasia.
Misalnya,
pembocoran rahasia, khianat.
5. Kontravensi
taktis.
Misalnya,
mengejutkan pihak lawan, provokasi, dan intimidasi.
c.
Pertikaian.
Pertikaian merupakan proses sosial bentuk lanjut
dari kontravensi. Dalam pertikaian, perselisihan sudah bersifat terbuka.
Pertikaian terjadi karena semakin tajamnya perbedaan antara kalangan tertentu
dalam masyarakat.
Kondisi semakin tajamnya perbedaan mengakibatkan
amarah, rasa benci yang mendorong tindakan untuk melukai, menghancurkan, atau menyerang
pihak lain. Jadi, pertikaian muncul apabila individu atau kelompok berusaha
memenuhi kebutuhan atau tujuannya dengan jalan menentang pihak lain lewat
ancaman atau kekerasan.
d.
Konflik.
Pengertian konflik yang paling sederhana ialah
saling memukul (configere). Namun, konflik tidak hany berwujud pertentangan
fisik semata. Dalam definisi yang lebih luas, konflik diartikan sebagai suatu
proses sosial antara dua pihak atau lebih ketika pihak yang satu berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak
berdaya.
Sebagai proses sosial, konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan yang agaknya sulit di damaikan atau ditemukan kesmaannya. Perbedaan
tersebut antara lain menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat
istiadat, dan keyakinan.
Konflik merupakan situasi wajar dalam setiap
masyarakat. Bahkan, tidak ada satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami
konflik, baik itu konflik dalam cakupan kecil ataupun konflik berskala besar.
Konflik dalam cakupan kecil misalnya dalam keluarga, konflik dengan teman,
konflik dengan atasan, dan sebagainya. Sedangkan, konflik dalam cakupan besar
misalnya konflik antar golongan atau antar kampung.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik
dalam masyarakat adalah sebagai berikut:
1.) Perbedaan
individu, berupa perbedaan pendirian dan perasaan.
2.) Perbedaan
latar belakang kebudayaan, sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda-beda
pula. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
pendirian kelompoknya.
3.) Perbedaan
kepentingan antar individu dan kelompok, bisa menyangkut bidang ekonomi,
politik dan sosial.
4.) Perubahan
nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Menurut
de Moor, konflik dalam masyarakat terjadi jika para anggotanya secara
besar-besaran membiarkan diri di bimbing oleh tujuan-tujuan (nilai-nilai) yang
bertentangan.
Menurut
Dahrendorf, pembagian konflik adalah sebagai berikut :
1.) Konflik
antara atau dalam peran sosial. Misalnya, antara peran dalam keluarga dan
profesi.
2.) Konflik
antara kelompok-kelompok sosial.
3.) Konflik
antara kelompok yang terorganisasi dengan kelompok yang tidak terorganisasi.
4.) Konflik
antara satuan nasional.
5.) Konflik
antarnegara atau antara negara dengan organisasi internasional.
Konflik
bisa membawa akibat positif asalkan masalah yang dipertentangkan dan kalangan
yang bertentangan memang konstruktif (membangun). Artinya, konflik itu
sama-sama dilandasi kepentingan menjadikan masyarakat menjadi lebih baik.
Hasil dari akibat suatu konflik adalah sebagai berikut :
a.) Meningkatkan
solidaritas sesama anggota kelompok yang mengalami konflik dengan kelompok
lain.
b.) Keretakan
hubungan antara anggota kelompok. Misalnya, akibat konflik antar suku.
c.) Perubahan
kepribadian pada individu. Misalnya, adanya rasa benci dan saling curiga akibat
perang.
d.) Kerusakan
harta benda dan hilangnya nyawa manusia.
e.) Dominasi
bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Konflik
merupakan proses disosiatif yang tajam. Meskipun begitu, sebagai salah satu
proses sosial, konflik dapat berfungsi positif bagi masyarakat. Fingsi-fungsi
positif konflik tersebut adalah sebagai berikut :
1.) Dapat
memperjelas aspek-aspek kehidupan yang belum jelas atau belum tuntas
dipelajari.
2.) Memungkinkan
adanya penyesuaian kembali norma-norma dan nilai-nilaiserta hubungan sosial
dalam kelompok bersangkutan sesuai kebutuhan individu atau kelompok.
3.) Merupakan
jalan mengurangi ketegangan antar individu dan antar kelompok.
4.) Merupakan
jalan untuk mengurangi atau menekan pertentangan yang terjadi dalam masyarakat.
5.) Membantu
menghidupkan kembali norma-norma lama dan menciptakan norma-norma baru.
6.) Merupakan
sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat.
Belum ada Komentar untuk "BENTUK-BENTUK INTERAKSI SOSIAL"
Posting Komentar