Sabtu, 21 Maret 2015

INTUSUSEPSI (INVAGINASI) dan ASUHAN KEPERAWATANNYA



A.    Penyakit Intususepsi
1.      Pengertian.
Intususepsi adalah masuknya sebagian usus (Intususeptum) kedalam bagian yang lebih distal (Intususipien) (Ian Roberts & Pincus Catzel, Kapita Selekta, 1990.
Intususepsi adalah suatu keadaan dimana segmen usus bagian proksimal masuk kedalam segmen usus yang lebih distal dan pada umumnya akan menimbulkan gejala obstruksi usus (Markum, Ilmu Kesehatan Anak, 1991)
Intususepsi adalah obstruksi usus yang disebabkan oleh adanya suatau bagian usus yang mengalami invaginasi (telescoping) kedalam bagian sekitarnya (Susan Martin Tuncker dkk, Standar Perawatan Pasien, 1998).
Dari ketiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa intususepsi adalah suatu keadaan masuknya sebagian usus proksimal (Intususeptum) ke dalam bagian yang lebih distal (intususipien) yang pada umumnya akan menimbulkan gejala obstruksi usus.
2.      Angka Kejadian.
Intususepsi (invaginasi) merupakan penyebab paling banyak dari obstruksi intestinal pada anak antara umur 3 bulan sampai 5 tahun. Setengah dari kasus terjadi pada anak kurang dari 1 tahun. Biasanya terjadi pada usia 3 – 12 bulan. Dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan. Lebih sering pada anak cystic fibriosis. Walaupun lesi intestinal yang spesifik bisa ditemukan sedikit kasus pada anak, umumnya penyabeb tidak diketahui. >90% intususepsi tidak memiliki petunjuk pathologis.
3.      Etiologi.
Penyebab secara umum tidak diketahui. Akan tetapi ada faktor predisposisi terjadinya intususepsi yaitu :
a.       Divertikulum Meckel yaitu suatu duktus yang timbul dari ileum, yang menutup pada ujung tali pusat tetapi tidak terbuka pada ujung usus, atau polips/kista dalam usus.
b.      Polip usus yaitu tumbuhan epitel selaput lendir yang ada pada usus.
c.       Duplikasi usus yaitu adanya penggandaan pada struktur usus.
d.      Granuloma ileum merupakan terdapatnya jaringan granulasi pada daerah ileum.
e.       Limfosarkoma merupakan tumor ganas yang berada pada daerah limfa.
Selain itu pada anak-anak muda insiden yang terbesar adalah  antara bulan ke 4 dan ke 8, dimana terdapat kesempatan untuk diit yang lebih padat yang dapat mengubah peristalistik usus. Dengan adanya aktifitas peristalitik yang meningkat maka dapat mengawali terjadinya intususepsi (Rosa M Sacharin, Prinsip Keperawatan Pediartik, 1993).
4.      Klasifikasi.
Klasifikasi berdasarkan lokasi.
a.       Ileocaecal        : ileum berinvaginasi kedalam kolon asenden pada katup ileocaecal.
b.      Ileocolic          : ileum berinvaginasi kedalam kolon
c.       Colocolic         : kolon berinvaginasi kedalam kolon
d.      Ileo-ileo           : usus kecil berinvaginasi kedalam usus kecil (Rosa M Sacharin, 1993)
Jenis gabungan seperti ilio-ilio-kolika & ilio – kolo – kolika. Yang sering ditemukan adalah jenis iliokolika & ilio – ilio – kolika. (A H Markum, Ilmu Kesehatan Anak, 1991).
5.      Pathofisiologi.
Intususepsi adalah invaginasi atau satu bagian intestinal pada bagian lain. Biasanya ileocecal valve (ileocolic masuknya). Dimana ileum masuk kedalam cecum dan kemudian masuk kedalam colon. Atau ileoileal (bagian dari ileum masuk ke bagian dari ileum) dan colocolic (satu bagian colon masuk ke bagian lain dari colon), biasanya di daerah hepar atau flexura lienalis atau bagian colon transversum.
Hasil dari invaginasi yaitu obstruksi pada bagian isi intestinal yang akan mempersulit defeksi. Sebagai tambahan, 2 dinding intestinal saling menekan menyebabkan inflamasi, ederna dan akhirnya menurunkan aliran darah. Ischemia, perforasi, peritonitis dan shock merupakan komplikasi yang serius dari intususepsi.
                                                                          
6.      Gambaran Klinis.
ü  Anak biasanya sehat dan permulaan penyakit mendadak.
ü  Anak berteriak keras secara mendadak, meliputi lutut seperti ada sesuatu nyeri abdomen yang parah.
ü  Serangan diulang setelah panjang waktu yang bervariasi.
ü  Jika serangan parah atau lama, anak akan pucat, gelisah, dan berkeringat bebas.
ü  Muntah tidak mencolok tetapi ia tidak muntah setelah serangan kolik.
ü  Pemeriksaan rektal menemukan jejak darah pada pemeriksaan jari.
ü  Nadi cepat dan lembut serta suhu tubuh subnormal.
(Rosa M Sacharin, 1993)
Pada kasus yang tidak khas, lethargi mungkin menjadi gejala awal yang terlihat (Hickey, Sodhi and Johonson, 1990)
Anak mungkin mengalami demam dengan suhu sampai 106˚F (41,1˚C) dan tanda shock seperti berkeringat, nadi lemah dan dangka, nafas mendengkur. Abdomen kaku (Thompson’s Pediatric Nursing an Introductory text, 1997)
7.      Pemeriksaan Radiologi.
a.       Foto polos abdomen terlihat gambaran distribusi udara yang tidak merata (tidak ada udara pada abdomen kana bawah & usus besar).
b.      Kasus lanjut, tampak tanda obstruksi seperti “AIR FLUID LEVEL” pada usus halus yang mengalami dilatasi & usus besar yang kosong.
c.       Pemeriksaan enema barium tampak suatu “Filling defect”/ “cupping” pada bagian akhir dari kontras. Kontras terlihat bagian garis lurus di daerah lumen usus yang terjepit serta gambaran lingkaran-lingkaran tipis intususeptum.
d.      Pemeriksaan USG, terlihat seperti mata sapi.
8.      Komplikasi.
Komplikasi dari intususepsi diantaranya.
a.       Reaksi inflamasi.
Terjadi karena adanya penekanan/ terjepitnya pembuluh darah pada jaringan yang menimbulkan respon nyeri akibat terjadinya reaksi inflamasi.
b.      Ederna.
Masuknya usus bagian proksimal ke dalam bagian distal berakibat pembuluh darah yang melalui daerah usus ini menjadi terjepit. Sehingga darah yang seharusnya lewat dengan lancar akan terhambat dan berkumpul di suatu tempat dan akhirnya menjadi ederna.
c.       Iskemik.
Karena adanya pembuluh darah yang terjepit yang mengakibatkan aliran darah terhambat pada jaringan tersebut yang pada akhirnya akan menyebabkan iskemik.
d.      Perporasi.
Dengan adanya reaksi implamasi akan berakibat terjadinya nekrosis. Apabila nekrosis itu berlangsung lama maka akan berakibat perporasi jaringan.
e.       Peritonitis.
Dari proses peradangan yang tidak tertanggulangi segera. Maka, akan menimbulkan peritonitis.
f.       Shock.
Akibat dari bayi sering muntah maka bayi akan kekurangan cairan dan elektrolit yang lama kelamaan akan menimbulkan dehidrasi. Dehidrasi yang segera ditanggulangi akan menimbulkan shock.
9.      Prinsip Pengobatan dan Manajemen Perawatan.
Ø  Pada banyak kasus tindakan awal yang dipilih adalah reduksi hydrostatif tanpa bedah dengan menggunakan barium enema. Desakan yang dilakukan oleh aliran barium biasanya cukup untuk mendorong bagian invaginasi dari bowel ke posisi semula (Wong & Waley). Penggunaan barium sebagai zat kontras menjadi bukan alternatif yang sering. Sekarang persentase yang tinggi dari radiologis menggunakan water – soluble contrast dan tekanan udara untuk mengurangi intususepsi (Mayer, 1992). Pemberian tekanan udara untuk mengurangi intususepsi telah berhasil dan lebih cepat daripada barium, tapa resiko peritonitis. Cairan IV, NG decompression (penurun tekanan udara) dan terapi antibiotik mungkin diberikan sebelum percobaan redduksi hidrostatik dilakukan. Sejak prosedur ini tidak selalu berhasil, anak disarankan untuk melakukan operasi (Wong & Whaley). Penurunan dari intususepsi dapat dilakukan dengan suntikan salin, udara/barium ke dalam kolon. Metode ini tidak sering dikerjakan selama terdapat suatu resiko perforasi, walaupun demikian kecil, dan tidak terdapat jaminan dari penurunan yang berhasil (A.H Markum, Ilmu Kesehatan Anak, 1991).
Ø  Reduksi Bedah.
a.       Perawatan Prabedah
a.)    Rutin.
b.)    Tuba naso-gastrik.
c.)    Koreksi dehidrasi jika ada.
b.      Reduksi intususepsi dengan penglihatan langsung, menjaga usus hangat dengan salin. Ini juga membantu penurunan edema.
c.       Plasma IV harus dapat diperoleh pada kasus kolaps.
d.      Jika intususepsi tidak dapat direduksi, maka diperlukan reseksi dan anastomosis primer.
Ø  Penatalaksanaan Pasca Bedah.
a.       Rutin.
b.      Perawatan inkubator untuk bayi yang kecil.
c.       Pemberian O2.
d.      Dilanjutkan cairan IV.
e.       Antibiotika.
f.       Jika dilakukan suatu ileostomi, drainase penyedotan dikenakan pada tubaileostomi hingga kelanjutan dari dari lambung yang dipulihkan.
g.      Observasi fungsi vital.
h.      Perawatan luka dan drain.
Ø  Perawatan Rutin.
1.      Pemberian makanan harus diberikan kembali sesegera mungkin, yaitu jika muntah hilang dan aktivitas peristalitik memuaskan.
2.      Mandi dan penanganan.
Ø  Dukungan Orangtua/Keluarga.
Sejak hospitalisasi mungkin pertama kali anak berpisah dari orang tua., sangat penting untuk menjada hubungan orang tua dan anak dengan mendorong rooming in/kunjungan. Dan mungkin juga pengalaman pertama, anak mereka mendapat perawatan dirumah sakit yang mungkin menngharuskan mereka untuk mempersiapkan segala sesuatunya.
Ø  Dukungan dari Orang Tua.
Banyak dukungan yang diperlukan tergantung pada status umum dari anak dan tindakan pembedahan yang diambil. Kondisi anak harus dijelaskan secara lengkap dan diberikan keyakinan. Sekali kondisi umum anak mengalami perbaikan orangtua dapat berpartisipasi dalam peerawatan anak.
Ø  Prognosis.
ð  Non operatif reduksi berhasil >75% dari kasus.
ð  Bedah disarankan pada pasien yang tidak berhasil dengan kontras enema. Jika tidak diobati, kira-kira 10% dari anak akan menderita komplikasi seperti peritonitis, perporasi, dan sepsis.
B.     Konsep Asuhan Keperawatan Intususepsi.
1.)    Pengkajian.
a.       Data Demografi.
1.      Identitas Klien : meliputi nama, usia dan jenis kelamin
(Intususepsi (invaginasi) lebih sering terjadi pada anak antara umur 3 bulan sampai 5 tahun. Setengah dari kasus terjadi pada anak kurang dari satu tahun, biasanya usia antara 3-12 bulan. Dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan), tempat tinggal.
2.      Identitas Penanggung jawab : meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, hubungan dengan klien.
b.      Keluhan Utama.
Perawat dapat mengerahui keluhan utama klien dengan mendapatkan penjelasan-penjelasan dari orang tuanya mengenai fisik anak dan gejala-gejala perubahan tingkah laku.
c.       Riwayat Kesehatan Klien Sekarang.
Gejala-gejala yang timbul sehingga klien dirawat.
d.      Riwayat Penyakit Masa Lalu.
Divertikulum Meckel, Polip usus, Dupllikasi usus, Granuloma ileum, Limfosarkoma yang merupakan faktor predisposisi penyakit intesusepsi.
e.       Pola Kebiasaan Sehari-hari.
Kaji kebiasaan dalam pemenuhan nutrisi (dimana terdapat kesempatan untuk diit yang lebih padat yang dapat mengubah peristalitik usus), aktivitas.
f.       Pemeriksaan Fisik.
1.      Keadaan Umum.
Penampilan klien secara umum.
2.      Tanda Vital.
Ditemukan nadi cepat dan lembut, sushu kadang meningkat, peningkatan frekuensi respirasi.
3.      Sistem Pernafasan.
Kaji frekuensi dan pola nafas, teratur atau tidak, apakah klien menggunakan otot tambahan seperti retaksi eksternal dan cuping hidung.
4.      Sistem Gastrointestinal.
Kaji berat badan klien, nyeri pada abdominal, nutrisi yang masuk, terdapat peningkatan bising usus, abdomen lembut, lunak, dan distensi, palpasi abdomen kanan atas teraba masa (seperti sosis), abdomen kanan bawah terasa kosong.
5.      Sistem Persarafan Terdapat Peningkatan Bising Usus.
Kaji tingkat kesadaran, letargi kadang terjadi.
6.      Sistem Integumen.
Kemungkinan kulit pucat, berkeringat bebas, kaji turgor kulit untuk memeriksa adanya dehidrasi.
2.)    Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul :
Pre-Oprasi
a.       Nyeri sehubungan dengan obstruksi usus.
b.      Gangguan keseimbangan cairan sehubungan dengan muntah.
c.       Gangguan pemenuhan nutrisi sehubungan dengan asupan nutrisi kurang akibat muntah.
d.      Cemas pada orang tua s/d kurangnya pengetahuan mengenai penyakit anaknya.
e.       Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan reaksi implamasi..
Post Operasi
a.       Potensial terhadap ketidak efektifan pola pernafasan s/d anastesi, imobilisasi pasca oprasi, nyeri.
b.      Nyeri s/d intervensi pembedahan.
c.       Gangguan integritas kulit s/d intervensi pembedahan.

Intervensi
Rasionalisasi
1.      Beri nutrisi parental sesuai program.
2.      Timbang berat badan setiap hari.
3.      Lanjutkan pemberian formula dan ASI segera setelah dimungkinkan.
Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
Untuk memantau status gizi klien.
Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.

3.)    Diagnosa Keperawatan


Tujuan

Kriteria Hasil
: Cemas pada orang tua s.d kurangnya    pengetahuan mengenai penyakit anaknya.
: mengurangi atau mengatasi kecemasan orang tua
: orang tua terlihat lebih tenang dalam mengahadapi kenyataan penyakit anaknya.

Intervensi
Rasionalisasi
1.      Beri penkes kepada orang tua mengenai penyakit intususepsi.

2.      Dengar setiap keluahan yang di uangkapkan orang tua.
3.      Yakinkan orangtua bahwa membawa anaknya ke tempat pelayanan kesehatan sudah tepat.
Agar orang tua mendapatkan informasi tentang penyakit intususepsi sehingga dapat mengurangi kecemasan orang tua.
Agar orang tua lebih tenang menghadapi kenyataan anaknya sakit.
Merupakan proses awal dari terciptanya proses hospitalisasi.

4.)    Diagnosa Keperawatan

Tujuan
Kriteria hasil
:

:
:
Peningkatan suhu tubuh s.d reaksi implamasi.
Suhu tubuh kembali normal.
Suhu tubuh turun.

4.      Perencanaan
Pre operasi
1.      Diagnosa keperawatan      : nyeri s.d obstruksi usus.
Tujuan                               : meringankan nyeri.
Kriteria hasil                      : anak memperlihatkan rasa nyaman.

Intervensi
Rasionalisasi
1.      Kaji skala nyeri.


2.      Lakukan tindakan pengompresan pada bagian yang nyeri.


3.      Lakukan teknik distraksi dengan memberikan mainan.
Untuk menentukan derajat nyeri sehingga dapat melakukan tindakan selanjutnya yang lebih tepat.
Dengan dilakukannya tindakan ini diharapkan pembuluh darah yang tegang dapat diatasi kembali sehingga nyeri dapat berkurang.
Diharapkan anak tidak terkonsentrasi dengan apa yang dirasakannya.

2.      Diagnosa Keperawatan

Tujuan
Kriteria Hasil
:

:
:
Gangguan keseimbangan cairan s.d muntah.
Supaya cairan tubuh normal kembali.
Klien tampak segar, turgor kulit baik.


Intervensi
Rasionalisasi
1.      Beri terapi cairan IV

2.      Pantau intake dan output cairan
Untuk mengembalikan cairan tubuh yang hilang.
Sebagai dasar untuk mempertahankan keseimbangan cairan.

3.      Diagnosa Keperawatan

Tujuan
Kriteria hasil
:

:
:
Gangguan pemenuhan nutrisi sehubungan dengan nutrisi kurang akibat muntah.
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Klien tidak lagi muntah.

Intervensi
Rasionalisasi
1.      Beri nutrisi parental sesuai program
2.      Timbang berat badan setiap hari
3.      Lanjutkan pemberian formula dan ASI segera setelah dimungkinkan
Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
Untuk memantau status gizi klien
Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.

5.)    Diagnosa keperawatan

Tujuan
Kriteria hasil
:

:
:
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan reaksi implamasi.
Suhu tubuh kembali normal
Suhu tubuh turun



Intervensi
Rasionalisasi
1.      Pantau tanda-tanda vital

2.      Beri kompres


3.      Pemberian antipiretik sesuai program
Untuk mengetahui perkembangan kondisi
Klien.
Dengan melakukan kompres diharapkan akan mengurangi panas.
Jika panas tidak turun dengan kompres, maka beri antipiretik sesuai program.

Post Operasi
1.)    Diagnosa Keperawatan

Tujuan
Kriteria hasil
:

:
:
Potensial terhadap ketidak efektifan pola pernafasan s.d anastesi, nyeri.
Pola nafas kembali normal.
Frekuensi pernafasan sesuai tingkat usia.

Intervensi
Rasionalisasi
1.      Pantau tanda-tanda vital tiap 4 jam.
2.      Ambulasi sedikitnya tiga/empat kali setiap hari sesuai toleransi.

3.      Beri obat nyeri sesuai program jika perlu sebelum ambulasi dan tindakan, untuk memperlancar pernafasan.

4.      Atur posisi pasien yang nyaman
Untuk mengetahui perkembangan klien

Perubahan posisi membantu untuk ekspansi paru dan memperlancar pernafasan
Membantu untuk mengurangi rasa nyeri.



Posisi yang tepat, mempermudah posisi bernafas.

2.)    Diagnosa keperawatan

Tujuan
Kriteria hasil
:

:
:
Nyeri sehubungan dengan intervensi pembedahan.
Rasa nyeri teratasi.
Pasien terbebas dari rasa nyeri atau nyeri yang minimal sebelum pulang.

Intervensi
Rasionalisasi
1.      Kaji gejala dan rasa nyeri
2.      Beri obat analgetik sesuai program pengobatan
3.      Lakukan tindaka memberi rasa nyaman dan mengontrol nyeri
a.       Relaksasi.

b.      Bebat luka dengan balutan

4.      Lakukan teknik distraksi
(memberi mainan)
Untuk mengetahui derajat nyeri.
Pemberian analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.


Untuk mengendorkan otot-otot yang tegang.
Agar luka bekas operasi dapat terjaga

Dengan pemberian mainan untuk mengalihkan perhatian anak dari rasa nyeri yang dirasakan.

3.)    Diagnosa keperawatan

Tujuan
Kriteria hasil
:

:
:
Gangguan integritas kulit s.d intervensi pembedahan.
Tersambungnya kembali bekas insisi
Insisi pembedahan sembuh

Intervensi
Rasionalisasi
1.      Pantau tanda-tanda infeksi luka.

2.      Beri perawatan luka insisi sesuai program perawatan.
3.      Anjurkan makan atau nutrisi yang tepat.
Untuk mengetahui apakah terjadi proses infeksi.
Perawatan luka untuk mempercepat proses insisi
Pemberian nutrisi yang cukup untuk mempercepat proses penyembuhan luka,


4.      Pelaksanaan/Implementasi.
Merupakan realisasi dari perencanaan yang telah ditetapkan.
5.      Evaluasi.
Dilakukan secara terus menerus dan mengacu pada tujuan.

1 komentar:

  1. Herpes merupakan salah satu jenis penyakit kulit yang di sebabkan oleh virus. Virus herpes ini menyerang saraf tepi,maka dari itu janganheran kalau rasanya sakit sekali. Selain menimbulkan sakit saat masih terdapat luka, rasa sakit juga masih akan tetap di rasakan oleh penderita walaupun luka sudah kering dan sudah sembuh.


    cara mengobati herpes

    Herpes merupakan salah satu jenis penyakit yang sangat mudah sekali untuk menular, jadi hati-hati dan jaga kontak fisik dengan penderita herpes. Herpes itu sendiri juga di bedakan menjadi beberapa macam, sesuai dengan penyebabnya yaitu herpes simplek yang ditandai dengan luka seperti melepuh dan berisi air, herpes zoster merupakan jenis herpes yang terjadi karena penyakit varisella yang kambuh lagi, herpes genital yang berada di daerah alat kelamin, herpes labialis jika herpes terdapat pada bibir.

    Cara Mengobati Herpes S
    Herpes merupakan jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, maka dari itu antibiotik seperti amoxcilin, ampicillin tak akan mempan untuk meredakan herpes. Karena herpes merupakan penyakit yang di akibatkan oleh virus, obatnya pun yang harus untuk membunuh virus bukan antibiotik yang berguna untuk membunuh bakteri. Ada beberapa tips yang bisa anda lakukan sebagai cara mengobati herpes. Seperti apa caranya, kita lihat yuk.

    Cara Mengobati Herpes
    Beberapa jenis obat-obatan anti virus yang bisa digunakan untuk mengatasi herpes antara lein seperti asyclovir, valasiklovir, famsiklovir. Obat-obatan tersebut khusus untuk mengobatii segala jenis penyakit yang berasal dari virus. Jadi jangan selalu berasumsi semua penyakit bisa sembuh dengan antibiotik. Karena terlalu banyak mengkonsumsi antibiotik justru akan sangat merugikan tubuh karena tubuh akan resisten dengan antibiotik tersebut.

    Kulup | Kulup panjang

    Ejakulasi dini | Sunat dewasa tak perlu malu

    Chat | Klini chat

    BalasHapus