PROSES INTERAKSI DISOSIATIF
Selasa, 01 September 2015
Tulis Komentar
Proses disosiatif
disebut pula proses oposisi. Oposisi dapat diartikan cara yang bertentangan
dengan seseorang ataupun kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Proses
disosiatif dapat dibedakan menjadi tiga bentuk sebagai berikut:
a.
Persaingan
(competition).
Persaingan merupakan suatu proses sosial ketika ada
dua pihak atau lebih saling berlomba dan berbuat sesuatu untuk mencapai
kemenangan tertentu. Persaingan terjadi apabila beberapa pihak menginginkan
sesuatu yang jumlahnya terbatas atau menjadi pusat perhatian umum. Misalnya,
ribuan remaja bersaing untuk masuk ke dalam 12 besar penyanyi idola.
Persaingan dilakukan dengan norma dan nilai yang
diakui bersama dan berlaku pada masyarakat tersebut. Kecil kemungkinann,
persaingan menggunakan kekerasan atau ancaman. Dengan kata lain, persaingan
dilakukan dengan cara sehat atau sportif. Misalnya, dalam sepak bola dikenal
istilah fairplay.
Persaingan yang disertai dengan kekerasan, ancaman,
atau keinginan untuk merugikan pihak lain dinamakan persaingan tidak sehat.
Tindakan seperti itu bukan lagi persaingan tetapi sudah menjurus kepada
permusuhan atau persengketaan.
Apa pun hasil dari suatu persaingan akan diterima
dengan kepala dingin tanpa ada rasa dendam sedikit pun. Sejak awal, masing-masing
pihak yang bersaing menyadari akan ada yang menang dan kalah.
Contoh :
1. Dalam
bidang ekonomi : persaingan antara produsen barang sejenis dalam merebut pasar
yang terbatas.
2. Dalam
hal kedudukan : persaingan untuk menduduki jabatan yang strategis.
3. Dalam
kebudayaan : persaingan dalam penyebaran ideologi, pendidikan, dan unsur-unsur
kebudayaan lainnya.
Persaingan memiliki
beberapa fungsi sebagai berikut :
1.) Menyalurkan
keinginan individu atau kelompok yang sama-sama menuntut dipenuhi, padahal
sulit dipenuhi semuanya secara serentak.
2.) Menyalurkan
kepentingan serta nilai-nilai dalam masyarakat, terutama kepentingan dan nilai
yang menimbulkan konflik.
3.) Menyeleksi
individu yang pantas memperoleh kedudukan serta peran yang sesuai dengan
kemampuannya.
b.
Kontravensi.
Kontravensi merupakan proses yang ditandai oleh
adanya ketidakpastian, keraguan, penolakan, dan penyangkalan yang tidak
diungkapkan secara terbuka. Kontravensi adalah sikap menentang secara
tersembunyi, agar tidak sampai terjadi perselisihan atau konflik secara
terbuka. Penyebab kontravensi antaralain adalah perbedaan pendirian antara
kalangan lainnya dalam masyarakat, atau bisa juga dengan pendirian keseluruhan
masyarakat.
Menurut Leopold von
Wiese dan Howard Becker, terdapat lima bentuk kontravensi sebagai berikut :
1. Kontravensi
umum
Misalnya,
penolakan, keengganan, perlawanan, protes, gangguan, mengancam pihak lain.
2. Kontravensi
sederhana.
Misalnya,
menyangkal pernyataan orang di depan umum.
3. Kontravensi
intensif.
Misalnya,
penghasutan, penyebaran desas-desus.
4. Kontravensi
rahasia.
Misalnya,
pembocoran rahasia, khianat.
5. Kontravensi
taktis.
Misalnya,
mengejutkan pihak lawan, provokasi, dan intimidasi.
c.
Pertikaian.
Pertikaian merupakan proses sosial bentuk lanjut
dari kontravensi. Dalam pertikaian, perselisihan sudah bersifat terbuka.
Pertikaian terjadi karena semakin tajamnya perbedaan antara kalangan tertentu
dalam masyarakat.
Kondisi semakin tajamnya perbedaan mengakibatkan
amarah, rasa benci yang mendorong tindakan untuk melukai, menghancurkan, atau menyerang
pihak lain. Jadi, pertikaian muncul apabila individu atau kelompok berusaha
memenuhi kebutuhan atau tujuannya dengan jalan menentang pihak lain lewat
ancaman atau kekerasan.
d.
Konflik.
Pengertian konflik yang paling sederhana ialah
saling memukul (configere). Namun, konflik tidak hany berwujud pertentangan
fisik semata. Dalam definisi yang lebih luas, konflik diartikan sebagai suatu
proses sosial antara dua pihak atau lebih ketika pihak yang satu berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak
berdaya.
Sebagai proses sosial, konflik dilatarbelakangi oleh
perbedaan yang agaknya sulit di damaikan atau ditemukan kesmaannya. Perbedaan
tersebut antara lain menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat
istiadat, dan keyakinan.
Konflik merupakan situasi wajar dalam setiap
masyarakat. Bahkan, tidak ada satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami
konflik, baik itu konflik dalam cakupan kecil ataupun konflik berskala besar.
Konflik dalam cakupan kecil misalnya dalam keluarga, konflik dengan teman,
konflik dengan atasan, dan sebagainya. Sedangkan, konflik dalam cakupan besar
misalnya konflik antar golongan atau antar kampung.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik
dalam masyarakat adalah sebagai berikut:
1.) Perbedaan
individu, berupa perbedaan pendirian dan perasaan.
2.) Perbedaan
latar belakang kebudayaan, sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda-beda
pula. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
pendirian kelompoknya.
3.) Perbedaan
kepentingan antar individu dan kelompok, bisa menyangkut bidang ekonomi,
politik dan sosial.
4.) Perubahan
nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Menurut
de Moor, konflik dalam masyarakat terjadi jika para anggotanya secara
besar-besaran membiarkan diri di bimbing oleh tujuan-tujuan (nilai-nilai) yang
bertentangan.
Menurut
Dahrendorf, pembagian konflik adalah sebagai berikut :
1.) Konflik
antara atau dalam peran sosial. Misalnya, antara peran dalam keluarga dan
profesi.
2.) Konflik
antara kelompok-kelompok sosial.
3.) Konflik
antara kelompok yang terorganisasi dengan kelompok yang tidak terorganisasi.
4.) Konflik
antara satuan nasional.
5.) Konflik
antarnegara atau antara negara dengan organisasi internasional.
Konflik
bisa membawa akibat positif asalkan masalah yang dipertentangkan dan kalangan
yang bertentangan memang konstruktif (membangun). Artinya, konflik itu
sama-sama dilandasi kepentingan menjadikan masyarakat menjadi lebih baik.
Hasil dari akibat suatu konflik adalah sebagai berikut :
a.) Meningkatkan
solidaritas sesama anggota kelompok yang mengalami konflik dengan kelompok
lain.
b.) Keretakan
hubungan antara anggota kelompok. Misalnya, akibat konflik antar suku.
c.) Perubahan
kepribadian pada individu. Misalnya, adanya rasa benci dan saling curiga akibat
perang.
d.) Kerusakan
harta benda dan hilangnya nyawa manusia.
e.) Dominasi
bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Konflik
merupakan proses disosiatif yang tajam. Meskipun begitu, sebagai salah satu
proses sosial, konflik dapat berfungsi positif bagi masyarakat. Fingsi-fungsi
positif konflik tersebut adalah sebagai berikut :
1.) Dapat
memperjelas aspek-aspek kehidupan yang belum jelas atau belum tuntas
dipelajari.
2.) Memungkinkan
adanya penyesuaian kembali norma-norma dan nilai-nilaiserta hubungan sosial
dalam kelompok bersangkutan sesuai kebutuhan individu atau kelompok.
3.) Merupakan
jalan mengurangi ketegangan antar individu dan antar kelompok.
4.) Merupakan
jalan untuk mengurangi atau menekan pertentangan yang terjadi dalam masyarakat.
5.) Membantu
menghidupkan kembali norma-norma lama dan menciptakan norma-norma baru.
6.) Merupakan
sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat.
Belum ada Komentar untuk "PROSES INTERAKSI DISOSIATIF"
Posting Komentar