Sabtu, 10 Januari 2015

Perjanjian Internasional




1.      Pengertian perjanjian internasional.
Hubungan internasional yang merupakan hubungan antar negara pada dasarnya adalah “hubungan hukum”. Ini berarti hubungan internasional telah melahirkan hak dan kewajiban antar subjek hukum (negara) yang saling berhubungan. Dan lazimnya hal yang demikian itu diawali dengan perjanjian pembukaan hubungan de facto tetap (konsuler) sampai dengan akhirnya de jure penuh (perwakilan diplomatik) tang bersifat bilateral.
Seperti halnya pengertian hukum, politik, dan ilmu-ilmu sosial lainnya, pengertian perjanjian internasional pun sangat beragam. Berikut ini pengertian perjanjian internasional menurut para ahli :
-          Prof Dr. Mochtar Kusumaatmadja, SH. LL.M
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antar bangsa yang bertujuan untuk menciptakan akibat-akibat hukum tertentu.
-          Oppenheimer-Lauterpacht.
Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antarnegara yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara pihak-pihak yang mengadakannya.
-          G. Schwarzenberger
Perjanjian internasional adalah suatu persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional. Perjanjian internasional dapat berbentuk bilateral maupun multilateral. Subjek-subjek hukum dalam hal ini selain lembaga-lembaga internasional, juga negara-negara.
-          Konferensi Wina tahun 1969
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu. Tugasnya, perjanjian internasional mengatur perjanjian antar negara saja selaku subjek hukum internasional.
2.      Penggolongan Perjanjian Internasional.
Klasifikasi perjanjian internasional dapat dibedakan atas.
-          Menurut subjeknya.
a.       Perjanjian antarnegara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan subjek hukum internasional.
b.      Perjanjian internasional antarnegara dan subjek hukum internasional lainnya seperti antar organisasi Internasional Takhta suci (vatican) dengan organisasi Uni Eropa.
c.       Perjanjian antarsesama subjek hukum internasional selain negara, seperti antara suatu organisasi internasional dengan organisasi internasional lainnya. Contoh: kerja sama ASEAN dan Uni Eropa.
-          Menurut isinya.
a.       Segi politis, seperti Fakta Pertahanan dan Fakta Perdamaian. Contoh : NATO, ANZUS dan SEATO.
b.      Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan bantuan keuangan. Contoh : CGI, IMF, IBRD, dan sebagainya.
c.       Segi hukum, seperti status kewarganegaraan (Indonesia-RRC), ekstradisi, dan sebagainya.
d.      Segi batas wilayah, seperti laut teritorial, batas alam daratan, dan sebagainya.
e.       Segi kesehatan, seperti masalaha karantina, penanggulangan wabah penyakit AIDS, dan sebagainya.
-          Menurut proses/tahapan pembentukannya.
a.       Perjanjian bersifat penting yang dibuat melalui proses perundingan, penandatanganan, dam ratifikasi.
b.      Perjanjian bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahap, yaitu perundingan dan penandatanganan (biasanya digunakan) kata persetujuan (agreement)
-          Menurut fungsinya.
a.       Perjanjian internasional yang membentuk hukum (low making treaties), yaitu suatu perjanjian yang melakukan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan (bersifat multilateral). Perjanjian ini bersifat terbuka bagi pihak ketiga. Contoh : Konferensi Wina tahun 1958 tentang hubungan diplomatik, Konvensi Montonegro tentang Hukum Laut Internasional tahun 1982, dan sebagainya.
b.      Perjanjian yang bersifat khusus (treaty contract), yaitu perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian saja (perjanjian bilateral). Contoh : perjanjian antara RI dan RRC mengenai dwikewarganegaraan tahun 1955, perjanjian batas wilayah, pemberantasan penyelundupan-penyelundupan, dan sebagainya.
3.      Tahap-tahap pembuatan perjanjian internasional.
Menurut konvensi wina tahun 1969, tahap-tahap pembuatan perjanjian internasional adalah sebagi berikut :
-          Perundingan (negotiation)
Perundingan merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak / negara tentang objek tertentu. Sebelumnya belum pernah diadakan perjanjian. Oleh karena itu, diadakan penjajakan terlebih dahulu atau pembicaraan pendahuluan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan. Dalam melaksanakan negosiasi, suatu negara dapat diwakili oleh pejabat yang dapat menunjukan surat kuasa penuh (full Powers). Selain mereka, hal ini juga dapat dilakukan oleh kepala negara, menteri luar negeri atau duta besar.
-          Penandatanganan (signature).
Lazimnya, penandatanganan dilakukan oleh para menteri luar negeri atau kepala pemerintahan. Untuk perundingan yang bersifat multilateral, penandatanganan teks sudah dianggap sah jika 2/3 suara peserta yang hadir memberikan suara, kecuali jika ditentukan lain. Namun demikian, perjanjian belum dapat diberlakukan oleh masing-masing negara.
-          Pengesahan (ratification)
Suatu negara mengikat diri pada suatu perjanjian dengan syarat apabila telah di sahkan oleh badab yang berwenang dinegaranya. Penandatanganan atas perjanjian hanya bersifat sementara dan masih harus dikuatkam dengan pengesahan atau penguatan. Ini dinamakan ratifikasi.
      Ratifikasi perjanjian internasional dapat dibedakan sebagai berikut :
a.       Ratifikasi oleh badan eksekutif. Sistem ini biasa digunakan oleh raja-raja absolut dan pemerintahan otoriter.
b.      Ratifikasi oleh badan legislatif. Sistem ini jarang digunakan.
c.       Ratifikasi campuran (DPR dan Pemerintah). Sistem ini palng banyak digunakan karena peranan legislatif dan eksekutif sama-sama menentukan dalam prose ratifikasi suatu perjanjian.
Konvensi Wina (tahun 1969) pasal 24 menyebutkan bahwa mulai berlakunya sebuah Perjanjian Internasional adalah sebagai berikut :
a.       Pada saat sesuai dengan yang ditentukan dalam naskah perjanjian tersebut.
b.      Pada saat peserta perjanjian mengikat diri pada perjanjian itu bila dalam naskah tidak disebut saat berlakunya.
Persetujuan saat mengikat diri tersebut dapat diberikan dalam berbagai cara, tergantung pada persetujuan mereka. Misalnya, dengan pernandatanganan, ratifikasi, pernyataan turut serta (accesion), ataupun pernyataan menerima (acceptance), dan dapat juga dengan cara pertukaran naskah yang sudah ditandatangani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar