Senin, 31 Agustus 2015

PROSES INTERAKSI ASOSIATIF



a.      Kerja sama (Cooperation).
Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama dilakukan sejak manusia berinteraksi dengan sesamanya. Kebiasan dan sikap mau bekerja sama dimulai sejak kanak-kanak, mulai dalam kehidupan keluarga, lalu meningkat kedalam kelompok sosial yang lebih luas. Kerja sama berawal dari kesamaan orientasi. Misalnya, warga rela bekerja bakti membersihkan lingkungan karena sama-sama menyadari manfaat lingkungan yang bersih. Kerja sama akan bertambah berat apabila ada bahaya yang mengancam dari luar. Misalnya, warga semakin giat bekerja bakti membersihkan lingkungannnya untuk mencegah wabah demam berdarah.
Kerja sama juga akan bertambah erat apabila ada tindakan-tindakan yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional telah tertanam. Kerja sama seperti ini bisa konstruktif (membangun), bisa juga desktruktif (merusak). Contoh konstruktif adalah kerja sama siswa dan guru untuk memulihkan nama baik sekolah yang telah dinodai tindakan kriminal sejumlah siswanya. Contoh destruktif adalah tauran antar kampung, antar pelajar, dan lain sebagainya.
Kerja sama dapat bersifat agresif apabila suatu kelompok mengalami kekecewaan dalam jangka waktu yang lama, akibat rintangan-rintangan dari luar kelompok itu. Keadaan tersebut dapat menjadi lebih tajam lagi apabila kelompok tersebut merasa tersinggung atau dirugikan oleh sistem kepercayaan atau dalam salah satu bidang sensitif kebudayaan yang dimilikinya. Kerja sama ini cenderung bersifat destruktif.
Kerja sama dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk sebagai berikut.
a.)    Kerja sama spontan, yaitu kerja sama yang terjadi secara serta-merta.
b.)    Kerja sama langsung, yaitu kerja sama sebagai hasil dari perintah atasan kepada bawahan atau penguasa kepada rakyatnya.
c.)    Kerja sama kontrak, yaitu kerja sama atas dasar syarat-syarat atau ketetapan tertentu, yang disepakati bersama.
d.)   Kerjasama tradisional, yaitu kerja sama sebagian atau unsur-unsur tertentu dari sistem sosial.
Sejumlah ahli berpendapat bahwa masyarakat yang terlalu mementingkan kerjasama justru cenderung tidak mempunyai inisiatif ataupun daya kreasi. Warga dalam masyarakat seperti itu terlalu mengandalkan bantuan dari rekan-rekannya. Orang cenderung mempersilahkan orang lain tampil lebih dahulu, atau menunggu sejumlah orang untuk memulai. Meskipun demikian, harus diakui bahwa kerja sama merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang universal pada masyarakat manapun.
b.      Akomodasi (accomodation).
Akomodasi adalah suatu proses penyesuaian diri individu atau kelompok manusia yang semula saling bertentangan sebagai upaya untuk mengatasi ketegangan. Akomodasi berarti adanya keseimbangan interaksi sosial dalam kaitannya dengan norma dan nilai yang ada di masyarakat. Seringkali akomodasi terjadi dalam situasi konfli sosial (pertentangan). Akomodasi merupakan salah satu cara menyelesaikan pertentangan, entah dengan cara menghargai kepribadian yang berkonflik atau dengan cara paksaan atau tekanan.
      Bentuk-bentuk akomodasi antara lain sebagai berikut :
1.      Koersi.
Koersi adalah suatu bentuk akomodasi yang terjadi melalui pemaksaan kehendak suatu pihak terhadap pihak lain yang lebih lemah. Terjadi dominasi suatu kelompok atas kelompok lain. Contohnya, sistem pemerintahan totalitarian.
2.      Kompromi.
Kompromi adalah suatu bentuk akomodasi ketika pihak-pihak yang terlibat perselisihan saling mengurangi tuntutan agar tercapai suatu penyelesaian. Sikap dasar kompromi adalah semua pihak bersedia merasakan dan memahami keadaan pihak lain. Contohnya perjanjian gencatan senjata antara dua negara.
3.      Arbitrasi.
Aribtrasi terjadi apabila pihak-pihak yang berselisih tidak sanggup mencapai kompromi sendiri. Untuk itu, di undang pihak ketiga yang netral untuk mengusahakan penyelesaian. Pihak ketiga dapat di tunjuk atau dilaksanakan oleh badan berwenang. Contohnya, penyelesaian pertentangan antara Karyawan dan pengusaha dengan serikat buruh, serta Departemen Tenaga Kerja sebagai pihak ketiga.
4.      Mediasi.
Hampir sama dengan arbitrasi, tapi pihak ketiga hanya penengah atau juru damai. Keputusan untuk berdamai tergantung kepada pihak yang bertikai. Contohnya, mediasi pihak RI untuk mendamaikan faksi-faksi yang berselisih di Kamboja.
5.      Konsiliasi.
Upaya mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama. Konsoliasi bersifat lebih lunak dan membuka kesempatan untuk mengadakan asimilasi. Contohnya, panitia tetap penyelesaian masalah ketenagakerjaan mengundang perusahaaan dan wakil karyawan untuk menyelesaikan pemogokan.
6.      Toleransi.
Toleransi adalah bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang resmi. Bisa terjadi secara tidak sadar dan tanpa direncanakan, karena adanya untuk menghindarkan diri dari perselisihan yang saling merugikan.
7.      Stalemate.
Stalemate terjadi ketika kelompok yang terlibat pertentangan mempunyai kekuatan seimbang. Lalu, keduanya sadar bahwa tidak mungkin lagi maju atau mundur, sehingga pertentangan akan berhenti dengan sendirinya. Contohnya, persaingan antara Blok Barat dan Blok Timur Eropa berhenti dengan sendirinya tanpa ada pihak yang kalah atau menang.
8.      Ajudikasi.
Ajudikasi adalah penyelesaian masalah atau sengketa melalui pengadilan atau jalur hukum. Contohnya, persengketaan tanah warisan keluarga yang diselesaikan di pengadilan.
c.       Asimilasi.
Asimilasi terjadi setelah melalui tahap kerja sama dan akomodasi. Asimilasi pada dasarnya perubahan yang dilakukan secara sukarela, yang umum dimulai dari penggunaan bahasa. Suatu asimilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok. Untuk mengurangi perbedaan itu, asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama.
      Hasil dari proses asimilasi adalah semakin tipisnya batas perbedaan antar individu dalam suatu kelompok atau batas antar kelompok. Selanjutnya, individu menyesuaikan kemauannya dengan kemauan kelompok. Demikian pula antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.
      Asimilasi dapat terbentuk dengan tiga syarat sebagai berikut :
1.      Terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan berbeda.
2.      Terjadi pergaulan antar individu atau kelompok secara intensif dan dalam waktu yang relatif lama.
3.      Kebudayaan masing-masing kelompok tersebut saling berubah dan menyesuaikan diri.
Adapun faktor-faktor pendorong asimilasi adalah sebagai berikut :
1.      Toleransi di antara sesama kelompok yang berbeda kebudayaan.
2.      Kesempatan yang sama dalam bidang ekonomi.
3.      Kesediaan menghormati dan menghargai orang asing dan kebudayaan yang dibawanya.
4.      Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat.
5.      Persamaan dalam unsur-unsur universal.
6.      Perkawinan antara kelompok berbeda kebudayaan.
7.      Mempunyai musuh yang sama dan meyakini kekuatan-kekuatan masing-masing untuk menghadapi musuh tersebut.
Sedangkan faktor umum penghalang asimilasi antara lain sebagai berikut :
1.)    Kelompok yang terisolasi atau terasing (biasanya kelompok minoritas).
2.)    Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan baru yang dihadapi.
3.)    Prasangka negatif terhadap pengaruh kebudayaan baru. Kekhawatiran ini dapat diatasi dengan meningkatkan fungsi lembaga-lembaga kemasyarakatan.
4.)    Perasaan bahwa kebudayaan kelompok tertentu lebih tinggi daripada kelompok lain. Kebanggaan berlebihan ini mengakibatkan kelompok yang satu tidak mengakui keberadaan kebudayaan kelompok lainnya.
5.)    Perbedaan ciri-ciri fisik, seperti tinggi badan, warna kulit atau rambut.
6.)    Perasaan yang kuat bahwa individu terikat pada kebudayaan kelompok yang bersangkutan.
7.)    Golongan minoritas mengalami gangguan oleh kelompok penguasa.
d.      Akulturasi.
Akulturasi adalah proses penerimaan dan pengolahan unsur-unsur kebudayaan asing menjadi bagian dari kebudayaan suatu kelompok, tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan yang asli. Akulturasi merupakan hasil perpaduan dua kebudayaan dalam waktu lama. Dalam akulturasi, unsur-unsur kebudayaan asing sama-sama diterima oleh kelompok yang berinteraksi untuk selanjutnya di olah tetapi dengan tidak menghilangkan kepribadian asli kebudayaan yang menerima. Contohnya, kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia bertemu dengan kebudayaan Islam mengahsilkan kebudayaan Islam bercorak Hindu-Budha.

Minggu, 30 Agustus 2015

BENTUK-BENTUK INTERAKSI SOSIAL




1.      Proses Asosiatif (Association Processes).
Interaksi sosial dengan proses asosiatif bersifat positif. Maksudnya, mendukung seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu.
a.      Kerja sama (Cooperation).
Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama dilakukan sejak manusia berinteraksi dengan sesamanya. Kebiasan dan sikap mau bekerja sama dimulai sejak kanak-kanak, mulai dalam kehidupan keluarga, lalu meningkat kedalam kelompok sosial yang lebih luas. Kerja sama berawal dari kesamaan orientasi. Misalnya, warga rela bekerja bakti membersihkan lingkungan karena sama-sama menyadari manfaat lingkungan yang bersih. Kerja sama akan bertambah berat apabila ada bahaya yang mengancam dari luar. Misalnya, warga semakin giat bekerja bakti membersihkan lingkungannnya untuk mencegah wabah demam berdarah.
Kerja sama juga akan bertambah erat apabila ada tindakan-tindakan yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional telah tertanam. Kerja sama seperti ini bisa konstruktif (membangun), bisa juga desktruktif (merusak). Contoh konstruktif adalah kerja sama siswa dan guru untuk memulihkan nama baik sekolah yang telah dinodai tindakan kriminal sejumlah siswanya. Contoh destruktif adalah tauran antar kampung, antar pelajar, dan lain sebagainya.
Kerja sama dapat bersifat agresif apabila suatu kelompok mengalami kekecewaan dalam jangka waktu yang lama, akibat rintangan-rintangan dari luar kelompok itu. Keadaan tersebut dapat menjadi lebih tajam lagi apabila kelompok tersebut merasa tersinggung atau dirugikan oleh sistem kepercayaan atau dalam salah satu bidang sensitif kebudayaan yang dimilikinya. Kerja sama ini cenderung bersifat destruktif.
Kerja sama dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk sebagai berikut.
a.)    Kerja sama spontan, yaitu kerja sama yang terjadi secara serta-merta.
b.)    Kerja sama langsung, yaitu kerja sama sebagai hasil dari perintah atasan kepada bawahan atau penguasa kepada rakyatnya.
c.)    Kerja sama kontrak, yaitu kerja sama atas dasar syarat-syarat atau ketetapan tertentu, yang disepakati bersama.
d.)   Kerjasama tradisional, yaitu kerja sama sebagian atau unsur-unsur tertentu dari sistem sosial.
Sejumlah ahli berpendapat bahwa masyarakat yang terlalu mementingkan kerjasama justru cenderung tidak mempunyai inisiatif ataupun daya kreasi. Warga dalam masyarakat seperti itu terlalu mengandalkan bantuan dari rekan-rekannya. Orang cenderung mempersilahkan orang lain tampil lebih dahulu, atau menunggu sejumlah orang untuk memulai. Meskipun demikian, harus diakui bahwa kerja sama merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang universal pada masyarakat manapun.
b.      Akomodasi (accomodation).
Akomodasi adalah suatu proses penyesuaian diri individu atau kelompok manusia yang semula saling bertentangan sebagai upaya untuk mengatasi ketegangan. Akomodasi berarti adanya keseimbangan interaksi sosial dalam kaitannya dengan norma dan nilai yang ada di masyarakat. Seringkali akomodasi terjadi dalam situasi konfli sosial (pertentangan). Akomodasi merupakan salah satu cara menyelesaikan pertentangan, entah dengan cara menghargai kepribadian yang berkonflik atau dengan cara paksaan atau tekanan.
      Bentuk-bentuk akomodasi antara lain sebagai berikut :
1.      Koersi.
Koersi adalah suatu bentuk akomodasi yang terjadi melalui pemaksaan kehendak suatu pihak terhadap pihak lain yang lebih lemah. Terjadi dominasi suatu kelompok atas kelompok lain. Contohnya, sistem pemerintahan totalitarian.
2.      Kompromi.
Kompromi adalah suatu bentuk akomodasi ketika pihak-pihak yang terlibat perselisihan saling mengurangi tuntutan agar tercapai suatu penyelesaian. Sikap dasar kompromi adalah semua pihak bersedia merasakan dan memahami keadaan pihak lain. Contohnya perjanjian gencatan senjata antara dua negara.
3.      Arbitrasi.
Aribtrasi terjadi apabila pihak-pihak yang berselisih tidak sanggup mencapai kompromi sendiri. Untuk itu, di undang pihak ketiga yang netral untuk mengusahakan penyelesaian. Pihak ketiga dapat di tunjuk atau dilaksanakan oleh badan berwenang. Contohnya, penyelesaian pertentangan antara Karyawan dan pengusaha dengan serikat buruh, serta Departemen Tenaga Kerja sebagai pihak ketiga.
4.      Mediasi.
Hampir sama dengan arbitrasi, tapi pihak ketiga hanya penengah atau juru damai. Keputusan untuk berdamai tergantung kepada pihak yang bertikai. Contohnya, mediasi pihak RI untuk mendamaikan faksi-faksi yang berselisih di Kamboja.
5.      Konsiliasi.
Upaya mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama. Konsoliasi bersifat lebih lunak dan membuka kesempatan untuk mengadakan asimilasi. Contohnya, panitia tetap penyelesaian masalah ketenagakerjaan mengundang perusahaaan dan wakil karyawan untuk menyelesaikan pemogokan.
6.      Toleransi.
Toleransi adalah bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang resmi. Bisa terjadi secara tidak sadar dan tanpa direncanakan, karena adanya untuk menghindarkan diri dari perselisihan yang saling merugikan.
7.      Stalemate.
Stalemate terjadi ketika kelompok yang terlibat pertentangan mempunyai kekuatan seimbang. Lalu, keduanya sadar bahwa tidak mungkin lagi maju atau mundur, sehingga pertentangan akan berhenti dengan sendirinya. Contohnya, persaingan antara Blok Barat dan Blok Timur Eropa berhenti dengan sendirinya tanpa ada pihak yang kalah atau menang.
8.      Ajudikasi.
Ajudikasi adalah penyelesaian masalah atau sengketa melalui pengadilan atau jalur hukum. Contohnya, persengketaan tanah warisan keluarga yang diselesaikan di pengadilan.
c.       Asimilasi.
Asimilasi terjadi setelah melalui tahap kerja sama dan akomodasi. Asimilasi pada dasarnya perubahan yang dilakukan secara sukarela, yang umum dimulai dari penggunaan bahasa. Suatu asimilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok. Untuk mengurangi perbedaan itu, asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama.
      Hasil dari proses asimilasi adalah semakin tipisnya batas perbedaan antar individu dalam suatu kelompok atau batas antar kelompok. Selanjutnya, individu menyesuaikan kemauannya dengan kemauan kelompok. Demikian pula antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.
      Asimilasi dapat terbentuk dengan tiga syarat sebagai berikut :
1.      Terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan berbeda.
2.      Terjadi pergaulan antar individu atau kelompok secara intensif dan dalam waktu yang relatif lama.
3.      Kebudayaan masing-masing kelompok tersebut saling berubah dan menyesuaikan diri.
Adapun faktor-faktor pendorong asimilasi adalah sebagai berikut :
1.      Toleransi di antara sesama kelompok yang berbeda kebudayaan.
2.      Kesempatan yang sama dalam bidang ekonomi.
3.      Kesediaan menghormati dan menghargai orang asing dan kebudayaan yang dibawanya.
4.      Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat.
5.      Persamaan dalam unsur-unsur universal.
6.      Perkawinan antara kelompok berbeda kebudayaan.
7.      Mempunyai musuh yang sama dan meyakini kekuatan-kekuatan masing-masing untuk menghadapi musuh tersebut.
Sedangkan faktor umum penghalang asimilasi antara lain sebagai berikut :
1.)    Kelompok yang terisolasi atau terasing (biasanya kelompok minoritas).
2.)    Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan baru yang dihadapi.
3.)    Prasangka negatif terhadap pengaruh kebudayaan baru. Kekhawatiran ini dapat diatasi dengan meningkatkan fungsi lembaga-lembaga kemasyarakatan.
4.)    Perasaan bahwa kebudayaan kelompok tertentu lebih tinggi daripada kelompok lain. Kebanggaan berlebihan ini mengakibatkan kelompok yang satu tidak mengakui keberadaan kebudayaan kelompok lainnya.
5.)    Perbedaan ciri-ciri fisik, seperti tinggi badan, warna kulit atau rambut.
6.)    Perasaan yang kuat bahwa individu terikat pada kebudayaan kelompok yang bersangkutan.
7.)    Golongan minoritas mengalami gangguan oleh kelompok penguasa.
d.      Akulturasi.
Akulturasi adalah proses penerimaan dan pengolahan unsur-unsur kebudayaan asing menjadi bagian dari kebudayaan suatu kelompok, tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan yang asli. Akulturasi merupakan hasil perpaduan dua kebudayaan dalam waktu lama. Dalam akulturasi, unsur-unsur kebudayaan asing sama-sama diterima oleh kelompok yang berinteraksi untuk selanjutnya di olah tetapi dengan tidak menghilangkan kepribadian asli kebudayaan yang menerima. Contohnya, kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia bertemu dengan kebudayaan Islam mengahsilkan kebudayaan Islam bercorak Hindu-Budha.
2.      Proses Disosiatif (opposition Processes).
Proses disosiatif disebut pula proses oposisi. Oposisi dapat diartikan cara yang bertentangan dengan seseorang ataupun kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Proses disosiatif dapat dibedakan menjadi tiga bentuk sebagai berikut:
a.      Persaingan (competition).
Persaingan merupakan suatu proses sosial ketika ada dua pihak atau lebih saling berlomba dan berbuat sesuatu untuk mencapai kemenangan tertentu. Persaingan terjadi apabila beberapa pihak menginginkan sesuatu yang jumlahnya terbatas atau menjadi pusat perhatian umum. Misalnya, ribuan remaja bersaing untuk masuk ke dalam 12 besar penyanyi idola.
Persaingan dilakukan dengan norma dan nilai yang diakui bersama dan berlaku pada masyarakat tersebut. Kecil kemungkinann, persaingan menggunakan kekerasan atau ancaman. Dengan kata lain, persaingan dilakukan dengan cara sehat atau sportif. Misalnya, dalam sepak bola dikenal istilah fairplay.
Persaingan yang disertai dengan kekerasan, ancaman, atau keinginan untuk merugikan pihak lain dinamakan persaingan tidak sehat. Tindakan seperti itu bukan lagi persaingan tetapi sudah menjurus kepada permusuhan atau persengketaan.
Apa pun hasil dari suatu persaingan akan diterima dengan kepala dingin tanpa ada rasa dendam sedikit pun. Sejak awal, masing-masing pihak yang bersaing menyadari akan ada yang menang dan kalah.
Contoh :
1.      Dalam bidang ekonomi : persaingan antara produsen barang sejenis dalam merebut pasar yang terbatas.
2.      Dalam hal kedudukan : persaingan untuk menduduki jabatan yang strategis.
3.      Dalam kebudayaan : persaingan dalam penyebaran ideologi, pendidikan, dan unsur-unsur kebudayaan lainnya.
Persaingan memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :
1.)    Menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang sama-sama menuntut dipenuhi, padahal sulit dipenuhi semuanya secara serentak.
2.)    Menyalurkan kepentingan serta nilai-nilai dalam masyarakat, terutama kepentingan dan nilai yang menimbulkan konflik.
3.)    Menyeleksi individu yang pantas memperoleh kedudukan serta peran yang sesuai dengan kemampuannya.
b.      Kontravensi.
Kontravensi merupakan proses yang ditandai oleh adanya ketidakpastian, keraguan, penolakan, dan penyangkalan yang tidak diungkapkan secara terbuka. Kontravensi adalah sikap menentang secara tersembunyi, agar tidak sampai terjadi perselisihan atau konflik secara terbuka. Penyebab kontravensi antaralain adalah perbedaan pendirian antara kalangan lainnya dalam masyarakat, atau bisa juga dengan pendirian keseluruhan masyarakat.
                        Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker, terdapat lima bentuk kontravensi sebagai berikut :
1.      Kontravensi umum
Misalnya, penolakan, keengganan, perlawanan, protes, gangguan, mengancam pihak lain.
2.      Kontravensi sederhana.
Misalnya, menyangkal pernyataan orang di depan umum.
3.      Kontravensi intensif.
Misalnya, penghasutan, penyebaran desas-desus.
4.      Kontravensi rahasia.
Misalnya, pembocoran rahasia, khianat.
5.      Kontravensi taktis.
Misalnya, mengejutkan pihak lawan, provokasi, dan intimidasi.
c.       Pertikaian.
Pertikaian merupakan proses sosial bentuk lanjut dari kontravensi. Dalam pertikaian, perselisihan sudah bersifat terbuka. Pertikaian terjadi karena semakin tajamnya perbedaan antara kalangan tertentu dalam masyarakat.
Kondisi semakin tajamnya perbedaan mengakibatkan amarah, rasa benci yang mendorong tindakan untuk melukai, menghancurkan, atau menyerang pihak lain. Jadi, pertikaian muncul apabila individu atau kelompok berusaha memenuhi kebutuhan atau tujuannya dengan jalan menentang pihak lain lewat ancaman atau kekerasan.
d.      Konflik.
Pengertian konflik yang paling sederhana ialah saling memukul (configere). Namun, konflik tidak hany berwujud pertentangan fisik semata. Dalam definisi yang lebih luas, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua pihak atau lebih ketika pihak yang satu berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.
Sebagai proses sosial, konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan yang agaknya sulit di damaikan atau ditemukan kesmaannya. Perbedaan tersebut antara lain menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, dan keyakinan.
Konflik merupakan situasi wajar dalam setiap masyarakat. Bahkan, tidak ada satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik, baik itu konflik dalam cakupan kecil ataupun konflik berskala besar. Konflik dalam cakupan kecil misalnya dalam keluarga, konflik dengan teman, konflik dengan atasan, dan sebagainya. Sedangkan, konflik dalam cakupan besar misalnya konflik antar golongan atau antar kampung.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat adalah sebagai berikut:
1.)    Perbedaan individu, berupa perbedaan pendirian dan perasaan.
2.)    Perbedaan latar belakang kebudayaan, sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda-beda pula. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya.
3.)    Perbedaan kepentingan antar individu dan kelompok, bisa menyangkut bidang ekonomi, politik dan sosial.
4.)    Perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Menurut de Moor, konflik dalam masyarakat terjadi jika para anggotanya secara besar-besaran membiarkan diri di bimbing oleh tujuan-tujuan (nilai-nilai) yang bertentangan.
Menurut Dahrendorf, pembagian konflik adalah sebagai berikut :
1.)    Konflik antara atau dalam peran sosial. Misalnya, antara peran dalam keluarga dan profesi.
2.)    Konflik antara kelompok-kelompok sosial.
3.)    Konflik antara kelompok yang terorganisasi dengan kelompok yang tidak terorganisasi.
4.)    Konflik antara satuan nasional.
5.)    Konflik antarnegara atau antara negara dengan organisasi internasional.
Konflik bisa membawa akibat positif asalkan masalah yang dipertentangkan dan kalangan yang bertentangan memang konstruktif (membangun). Artinya, konflik itu sama-sama dilandasi kepentingan menjadikan masyarakat menjadi lebih baik.
      Hasil dari akibat suatu konflik adalah sebagai berikut :
a.)    Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
b.)    Keretakan hubungan antara anggota kelompok. Misalnya, akibat konflik antar suku.
c.)    Perubahan kepribadian pada individu. Misalnya, adanya rasa benci dan saling curiga akibat perang.
d.)   Kerusakan harta benda dan hilangnya nyawa manusia.
e.)    Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Konflik merupakan proses disosiatif yang tajam. Meskipun begitu, sebagai salah satu proses sosial, konflik dapat berfungsi positif bagi masyarakat. Fingsi-fungsi positif konflik tersebut adalah sebagai berikut :
1.)    Dapat memperjelas aspek-aspek kehidupan yang belum jelas atau belum tuntas dipelajari.
2.)    Memungkinkan adanya penyesuaian kembali norma-norma dan nilai-nilaiserta hubungan sosial dalam kelompok bersangkutan sesuai kebutuhan individu atau kelompok.
3.)    Merupakan jalan mengurangi ketegangan antar individu dan antar kelompok.
4.)    Merupakan jalan untuk mengurangi atau menekan pertentangan yang terjadi dalam masyarakat.
5.)    Membantu menghidupkan kembali norma-norma lama dan menciptakan norma-norma baru.
6.)    Merupakan sarana untuk mencapai keseimbangan antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat.