Rabu, 30 September 2015

BERFIKIR KRITIS DALAM KEPERAWATAN




a.      Definisi.
Suatu kemampuan bagaimana perawat mampu berfikir secara sistematis dan menerapkan standar intelektual untuk menganalisis proses berfikir.
            Berfikir kritis dalam keperawatan merupakan suatu komponen penting dalam mempertanggungjawabkan profesionalisme dan kualitas pelayanan asuhan keperawatan.
Pemikir kritis dalam praktek keperawatan  adalah seseorang yang mempunyai keterampilan pengetahuan untuk menganalisis, menerapkan standar, mencari informasi,  menggunakan alasan rasional, memprediksi dan melakukan transformasi pengetahuan.
b.      Karakteristik Berfikir Kritis.
Menurut Wilkinson (1992), karakteristik berfikir kritis dalam keperawatan pada prinsipnya merupakan suatu kesatuan dari :
1.      Berfikir (thinking).
2.      Merasakan (feeling).
3.      Melakukan (doing).
Model berfikir kritis THINK (total recall, habits, inquiry, new idea, dand creativity, knowing how you think) adalah komponen dasar yang meliputi pikiran, perasaan, dan bekerjasama/ sejalan dengan keperawatan.
Seorang perawat dikatakan dapat berfikir kritis apabila dapat menggunakan semua model tersebut dalam segala waktu. Model pembelajaran berfikir kritis dalam keperawatan : Feeling model, vision model, dan examine model.
1.      Feeling Model.
Model ini menekankan pada rasa, kesan dan data atau fakta yang ditemukan, mencoba mengedepankan perasaan dalam melakukan pengamatan, kepekaan dalam melakukan aktivitas keperawatan dan perhatian kewaspadaan.
2.      Vision model.
Digunakan untuk membangkitkan pola pikir, mengorganisasikan dan menerjemahkan perasaan untuk merumuskan hipotesa analisa, dugaan dan ide tentang permasalaah keperawatan kesehatan klien. Berfikir kritis ini digunakan untuk mencari prinsip-prinsip pengertian dan peran sebagai pedoman yang tepat untuk merespon ekspresi baik perasaan perawat maupun perasaan klien.
3.      Examine model.
Model ini digunakan untuk merefleksi ide, pengertian, visi dan mencari peran yang tepat untuk analisa.
c.       Komponen Berfikir Kritis dalam Keperawatan.
1.      Dasar pengetahuan khusus.
2.      Pengalaman.
3.      Kompetensi.
4.      Sikap.
5.      Standar.
a.)    Komponen Berfikir Kritis.
1.)    Dasar pengetahuan khusus.
Dasar pengetahuan perawat mencakup informasi dan teori dari ilmu pengetahuan, alam, humaniora, dan keperawatan yang diperlukan untuk memikirkan masalah keperawatan.
2.)    Pengalaman.
Pengalaman klinis memberikan suatu sarana untuk menguji pengetahuan keperawatan. Benner (1984) menuliskan bahwa perawat yang ahli memahami konteks dari situasi kritis, mengenali isyarat, dan menginterpretasikannya sebagal relevanatau tidak relevan. Tingkat kompetensi ini datang dari pengalaman.
3.)    Kompetensi.
Kompetensi berfikir kritis adalah proses kognitif yang digunakan perawat untuk membuat penilaian keprawatan. Terdapat tiga tipe kompetensi.
1.      Berfikir kritis umum. Yaitu, berfikir kritis umum mencakup metode ilmiah, pemecahan masalah dan pembuatan keputusan.
2.      Berfikir kritis spesifik dalam situasi klinis. Yaitu, kompetensi yang tercakup disini adalah pertimbangan diagnostik, kesimpulan klinis, dan pembuatan keputusan klinis.
3.      Berfikir kritis spesifik dalam keperawatan. Yaitu, pendekatan sistematis yang digunakan untuk secara kritis mengkaji dan menelaah kondisi klien, mengidentifikasi respon klien terhadap masalah kesehatan, melakukan tindakan yang sesuai, dan kemudian mengevaluasi apakah tindakan yang dilakukan telah efektif.
4.)    Sikap.
Sikap dalam hal ini merupaka suatu hal yang harus ditunjukan keberhasilannya oleh pemikir kritis. Sikap untuk berfikir kritis adalah :
1.      Tanggung gugat.
2.      Berfikir mandiri.
3.      Mengambil resiko.
4.      Kerendahan hari.
5.      Integritas.
6.      Ketekunan.
7.      Kreativitas.
5.)    Standar.
a.)    Kemampuan perawat untuk berfikir kritis terhadap masalah klien, sehingga penting untuk menggunakan standar berfikir kritis untuk memastikan bahwa keputusan yang tepat telah dibuat.
b.)    Standar profesional untuk berfikir kritis mengacu pada kriteria etik untuk penilaian keperawatan dan kriteria untuk tanggung jawab dan tanggung gugat profesional.
c.)    Standar untuk berfikir kritis adalah jelas, spesifik, konsisten, mendalah, komplit, mencukupi, tepat, akurat, masuk akal, logis, luas, signifikan, terbuka.
d.      Tingkatan Berfikir Kritis dalam Keperawatan.
1.      Tingkatan dasar.
a.)    Berfikir cenderung untuk menjadi konkret dan didasarkan pada serangkaian peraturan atau prinsip.
b.)    Merupakan langkah awal dalam membuat pertimbangan.
2.      Tingkat Kompleks.
a.)    Secara kontinu akan mengenal keragaman dari pandangan dan persepsi individu.
b.)    Kemampuan menaganalisis serta meneliti alternatif secara lebih mandiri dan alternatif.
c.)    Perawat belajar berbagai pendekatan yang berbeda untuk terapi yang sama.
3.      Tingkat Komitmen.
a.)    Perawat mampu untuk mengantisipasi kebutuhan untuk membuat pilihan yang kritis setelah menganalisis keuntungan dari alternatif lainnya.
e.       Berfikir Kritis Dalam Keperawatan.
1.      Berfikir kritis dalam tahap pengkajian.
2.      Berfikir kritis dalam tahap diagnosa keperawatan.
3.      Berfikir kritis dalam tahap implementasi.
4.      Berfikir kritis dalam tahap evaluasi.
1.)    Berfikir Kritis dalam Pengkajian.
Proses pemahaman tentang informasi apa yang dikumpulkan, metode pengumpulan data yang dilakukan, berfikir tentang kesesuaian informasi dan membuat suatu kesimpulan tentang respons klien terhadap kondisi kliennya. Analisis pertanyaan  kritis perawat pada setiap kegiatan pada tahap itu adalah.
a.)    Pengumpulan data.
b.)    Pengelompokan/pengorganisasian data.
c.)    Pemvalidasian data.
d.)   Pendokumentasian data.
2.)    Berfikir Kritis pada tahap Diagnosa.
Merupakan tahap pengambilan keputusan yang paling kritis karena harus menentukan masalah dan argumentasi secara rasional. Analisis pertanyaan kritis perawat pada setiap kegiatan pada tahap ini adalah.
a.)    Analisis data.
b.)    Identifikasi masalah klien.
c.)    Membuat pertanyaan diagnosis keperawatan.
d.)   Memprioritaskan diagnosis keperawatan.
e.)    Mendokumentasikan diagnosis keperawatan.
3.)    Berfikir Kritis dalam Intervensi.
Menggunakan pengetahuan untuk mengembangkan hasil yang telah ditentukan. Perencanaan asuhan keperawatan biasanya ditulis berisikan dimana dan bagaimana menolong klien berdasarkan responnya terhadap kondisi penyakit. Analisis pertanyaan kritis perawat dalam setiap kegiatan pada tahap ini adalah.
a.)    Meletakan prioritas.
b.)    Menentukan tujuan dan kriteria hasil.
c.)    Mengidentifikasi intervensi.
d.)   Membuat rasional.
e.)    Mendokumentasikan intervensi.
4.)    Berfikir Kritis pdalam Implementasi.
Merupakan keterampilan dalam menguji hipotesa karena tindakan keperawatan adalah tindakan nyata yang menentukan tingkat keberhasilan untuk mencapai tujuan. Analisis pertanyaan kritis perawat dalam setiap kegiatan pada tahapan ini adalah.
a.)    Mengkaji ulang.
b.)    Menentukan kebutuhan.
c.)    Melaksanakan tindakan keperawatan.
d.)   Mendokumentasikan implementasi.
5.)    Berfikir Kritis dalam Evaluasi.
Mengkaji efektivitas dimana perawat harus dapat mengambil keputusan tentang pemenuhan kebutuhan dasar klien dan apakah tindakan keperawatanperlu diulang atau tidak. Analisis pertanyaan kritis perawat dalam kegiatan pada tahap ini adalah.
a.)    Mengidentifikasi kriteria hasil sehingga dapat mengukur tingkat keberhasilan.
b.)    Mengumpulkan data yang berkaitan dengan kriteria hasil.
c.)    Membandingkan data klien dengan kriteria hasil dan menggambarkan kesimpulan tentang masalah klien.
d.)   Mengulang dan memodifikasi perencanaan.
e.)    Mendokumentasikan catatan perkembangan.

Minggu, 27 September 2015

KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM KEPERAWATAN





1.      Pengertian.
Komunikasi yang ditekankan kepada seluruh perilaku yang disadari/tidak dari individu dimana dapat mempengaruhi orang lain. (Reuesch, 1961).
Komunikasi yang direncanakan secara sadar bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. (Heri Purwanto).
Komunikasi antara Perawat dan Klien untuk memperoleh pengalaman bersama-sama untuk memperbaiki pengalaman emosional klien (Stuart and Sunedeen).
Kemampuanatau keterampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain (Nortohouse, 1998).
2.      Tujuan Komunikasi Terapeutik.
1.)    Meningkatkan kesadaran, penerimaan dan penghargaan diri.
a.)    Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien.
b.)    Dengan menlaukan komunikasi terapeutikpada klien, diharapkan perawat dapat mengubah cara pandang klien tentang penyakitnya, dirinya, dan masa depannya sehingga klien dapat menghargai dan menerima diri apa adanya.
2.)    Meningkatkan kemampuan membina hubungan intim terapeutik, interdependen dan interpersonal.
a.)    Klien belajar menerima dan diterima orang lain.
b.)    Hubungan antara proses interaksi antara perawat dan klien merupakan area untuk mengekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan koping.
3.)    Memperbaiki fungsi dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan untuk mencapai tujuan yang realitas.
4.)    Mempernbaiki tingkat integritas diri dan kejelasan identitas diri (Stuart dan Sundeen, 1996)
a.)    Melalui komunikasi terapeutik perawat berusaha menggali semua aspek kehidupan klien di masa sekarang dan masa lalu.
b.)    Perawat membantu meningkatkan integritas diri klien.
3.      Fungsi Komunikasi Terapeutik.
a.       Menyampaikan pengertian.
b.      Memvalidasi persepsi.
c.       Memberi umpan balik.
d.      Mengklarifikasi.
e.       Membantu mempercepat proses penyembuhan.
4.      Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik.
1.)    Hubungan perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan.
2.)    Perawat harus menghargai keunikan klien.
3.)    Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pendiri maupun penerima pesan.
4.)    Hubungan saling percaya antara perawat dan klien.
5.      Karakterisitik Helper yang Memfasilitasi Tumbuhnya Hubungan yang Terapeutik.
1.)    Kejujuran.
Sikap yang tidak jujur dari perawat bisa menyebabkan klien menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa juga pura-pura patuh.
2.)    UNAMBIGUOSLY (jelas, tidak membingungkan dan cukup ekspresif).
Dalam berkomunikasi perawat dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien dan tidak boleh berbelit-belit.
      Nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan harus sesuai dengan verbalnya.
      Ketidaksesuaian verbal dan nonverbal perawat dapat menimbulkan kebingungan bagi klien.
3.)    Bersikap positif.
Bersikap positif bisa ditunjukan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian dan penghargaan kepada klien.
Sikap negatif kepada klien seperti meremehkan, berbicara sambil melakukan tindakan lain atau menilai sikap klien dapat merusak hubungan terapeutik.
4.)    Empati bukan Simpati.
Dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien secara objektif seperti yang dirasakan dan dipikirkan klien.
Sikap empati akan memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klein.
5.)    Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien.
Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi kepada klien.
Dalam memecahkan masalah klien, perawat harus mampu melihat permasalahan tersebut dari sudut pandang klien.
6.)    Menerima klien apa adanya.
Jika seseorang merasa diterima, maka ia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal.
Menilai atau mengkritik klien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini, perawat menunjukan bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya.
7.)    Sensitif terhadap perasaan klien.
Jika pada saat komunikasi perawat tidak sensitif terhadap perasaan kliennya, hal tersebut bisa menyinggung perasaan klien.
8.)    Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri.
Perawat seharusnya mampu membimbing klien untuk melupakan kejadian yang menyakitkan dimasa lalu dan menguatkan koping klien dalam menhadapi masalah yang dihadapi saat ini.
6.      Sikap Komunikasi Terapeutik (Egan, dari Keliat, 1992).
Cara untuk mengadirkan diri secara fisik dalam komunikasi terapeutik :
a.       Berhadapan.
“saya siap untuk anda”
b.      Mempertahankan kontak mata.
“menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi”
c.       Membungkuk kearah klien.
“keinginan untuk mengatakan dan mendengarkan klien”
d.      Mempertahankan sikap terbuka.
“tidak melipat tangan dan kaki menunjukan sikap terbuka untuk berkomunikasi”
e.       Tetap relaks.
“relaks dalam memberikan respon terhadap klien”
7.      Komunikasi Terapeutik yang Dinyatakan Secara Non-Verbal.
1.)    Isyarat vokal. Yaitu, semua kualitas bicara nonverbal. Contoh, tekanan suara, kualitas suara, irama, dan kecepatan dalam berbicara.
2.)    Isyarat tindakan. Yaitu, semua gerakan tubuh. Contoh, ekspresi wajah dan sikap tubuh.
3.)    Isyarat obyek. Yaitu, obyek yang digunakan baik secara sengaja ataupun tidak disengaja oleh seseorang. Contoh, pakaian dan benda pribadi yang dipakai.
4.)    Ruang. Yaitu, memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Contoh, norma-norma sosial budaya yang dimiliki.
5.)    Sentuhan. Yaitu, kontak fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling personal, dipengaruhi oleh latar belakan budaya, jenis hubunga, jenis kelamin, usia, dan harapan.
8.      Perbedaan Komunikasi Sosial dan Komunikasi Terapeutik.
Komponen
Komunikasi Sosial
Komunikasi Terapeutik
Saling membuka diri.



Tujuan.

Fokus percakapan.

Partinence of topic.


Realationship of experience to topic.


Time orientation.

Use of feeling.


Recognition of individual worth.
Termination.
Bervariasi.



Kesenangan semata.

Tidak dikenal oleh partisipan.
Sosial, bisnis, umum, dan tidak pribadi.

Tidak terkait dan menggunakan pengetahuan yang tidak berhubungan

Masa lalu dan masa mendatang.
Mengecilkan hati.


Tidak diketahui.

Open ended.
Klien membuka diri, perawat membuka diri. Mengarah kepada tercapainya tujuan.
Kesejahteraan perawat klien.
Diketahui oleh perawat dan klien.
Pribadi dan berhubungan dengan perawat dan klien.

Ada keterlibatan dan menggunakan pengetahuan yang berkaitan.
Sekarang.

Perawat membesarkan perasaan yang disharing kan klien.
Diketahui seluruhnya.

Spesifik, disetujui, dan disukai.